Senin, Januari 25, 2021
Terdepan Menarasikan Peristiwa
  • Login
  • Teras
    • Hukum
    • Politik
    • Sosial
    • Ekobis
    • Kesehatan
    • Olahraga
      • Bola
  • NarasiKita
  • Narator
    • Resensi dan Referensi
    • Opini
    • Cerpen
    • Puisi
  • Sains
  • Narasi Art Space
  • VideoNew
No Result
View All Result
  • Teras
    • Hukum
    • Politik
    • Sosial
    • Ekobis
    • Kesehatan
    • Olahraga
      • Bola
  • NarasiKita
  • Narator
    • Resensi dan Referensi
    • Opini
    • Cerpen
    • Puisi
  • Sains
  • Narasi Art Space
  • VideoNew
No Result
View All Result
Home NarasiKita

60 Tahun Hari Tani: Lahan Pertanian Tak Lebih dari 0,5 Hektar

Narasibaru Narasibaru
Jumat, 25 September 2020
Kategori NarasiKita
0 0
0

Aksi unjuk rasa oleh Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel), di Jalan Urip Sumohardjo, Kamis (24/9/2020). Foto: Ihsan Ismail

58
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
ADVERTISEMENT

Petani gurem (petani kecil) di negeri ini setiap tahunnya semakin meningkat. Jumlah terbanyak di Indonesia adalah mereka, namun cuma memiliki tanah yang luasnya di bawah 0,5 hektar. Mengapa?

NARASIBARU.com – 24 September, momentum bagi Hari Tani Nasional. Tahun ini sudah peringatan kali ke-60. Perayaannya disambut aksi unjuk rasa oleh Front Perjuangan Rakyat (FPR) Sulawesi Selatan (Sulsel). Mereka berkumpul di depan Gedung DPRD Provinsi Sulsel, Jalan Urip Sumohardjo, Kamis (24/9/2020).

Aksi yang diikuti puluhan massa ini merupakan gabungan dari sejumlah organisasi yakni, BEM FE UNM, FMIPA UNM, BEM FBS UNM, HIMA Pend. Sejarah UNM, FMN Makassar, Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulsel, dan beberapa organisasi lainnya.

Koordinator Aksi, Supianto, dalam orasinya menyampaikan bahwa masalah pokok yang ada di negeri ini adalah monopoli atas tanah. Lahan rakyat, terutama petani, banyak yang dirampas untuk dijadikan perkebunan-perkebunan besar.

BACAJUGA

KontraS Sebut Calon Kapolri Gagal Ungkap Kasus Novel Baswedan

Tingkatkan Layanan Kesehatan, Bantaeng Kini Sudah Memiliki Rumah Sakit Ibu dan Anak

“Sudah banyak yang kita lihat berbagai penggusuran, pengrusakan lingkungan, merusak alam, dan sebagainya kawan-kawan!” teriak Supianto.

Ia melanjutkan, bukan hanya di daerah Jawa saja yang sering terjadi penggusuran dan perampasan lahan, di Makassar pun demikian. Contohnya masyarakat di Pulau Kodingareng yang terancam ruang hidupnya karena aktivitas penambangan pasir. Belum lagi kegiatan itu justru difasilitasi pemerintah.

Diatur dalam Perundangan namun Tak Pernah Jadi Prioritas

“Anak nelayan, anak petani tidak akan bisa melanjutkan pendidikannya, ketika wilayah tangkap yang ada di Kodingareng kemudian dirusak oleh proyek tambang pasir laut, yang akan dipakai menimbun laut Makassar sebagai proyek strategis nasional,” kata Supianto.

Ia juga memaparkan bukti nyata perusahaan negara dan swasta yang telah memonopoli tanah rakyat. Katanya, petani gurem (petani kecil) di negeri ini setiap tahunnya semakin meningkat. Jumlah terbanyak di Indonesia adalah mereka namun cuma memiliki tanah yang luasnya di bawah 0,5 hektar.

“Di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar milik negara dan swasta menguasai ratusan ribu hingga jutaan hektar tanah di negeri ini. Sedangkan petani kecil yang menjadi mayoritas hanya menguasai di bawah 0,5 hektar. Belum lagi para petani yang tidak bertanah kawan-kawan…. yang dipaksa keluar dari desanya menuju ke kota untuk mencari kehidupan. Karena tanah rakyat yang ada di pedesaan itu sudah digusur,” Supianto melanjutkan.

Nurdin, tim humas pada Aliansi Front Perjuangan Rakyat, menjelaskan hal serupa. Katanya, FPR sampai hari ini telah mengkaji isu ini selama dua minggu terakhir. Salah satu isu penting yang diangkat terkait perwujudan Reforma Agraria sejati.

“Secara nasional, ini (hari tani. Red) sudah yang ke 60 tahun dari 1960. Sejak lahirnya UUPA Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960, dan sampai hari ini tidak pernah sedikitpun pemerintah berupaya mewujudkan tuntutan rakyat indonesia, ataupun petani yang menjadi mayoritas di negeri ini,” kata Nurdin kepada Narasibaru.com.

Tuntutan-tuntutan

Lebih lanjut, FPR menuntut agar distribusi lahan dibagi secara merata kepada petani. Ia menyampaikan pada tahun 2017, dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP), Jokowi mengampanyekan tentang Reforma Agraria. Namun, menurut Nurdin dan kawan-kawan, itu adalah Reforma Agraria Palsu.

“Karena pemerintah hanya akan membagikan tanah seluas 9 juta hektar dan tanah tersebut merupakan ex HGU (Hak Guna Usaha). Kami menilai tanah tersebut adalah tanah yang tidak produktif dan luasnya sangat kecil. Selain itu pemerintah melanjutkan legalisasi aset atau bagi-bagi sertifikat bagi petani yang belum mempunyai lahan, tapi yang diberikan bukan tanah terlantar dan hasil sitaan pemerintah. Tanah tersebut sudah digarap puluhan tahun yang dibuatkan sertifikat, itu yang diklaim sama pemerintah,” ucap Nurdin.

Nurdin menambahkan, aksi ini sifatnya hanya kampanye. Front Perjuangan Rakyat tidak meminta dialog kepada para anggota dewan. Ia berharap kepada pemerintah betul-betul serius menyelesaikan masalah ini. Belum lagi subsidi pupuk yang diketahui pada awal 2020 oleh Kementan sudah dibatasi.

“Kami juga berharap agar pemerintah memberi jaminan harga komoditas pertanian. Semua harga komoditas mengalami penurunan di masa pandemi, misal cengkeh yang turun sampai 45 ribu sampai 48 ribu/kg dari harga 70an ribu/kg. Ada teman kami di Enrekang rela membiarkan tanaman berupa, tomat, cabe dan sayuran lain membusuk daripada menjual dengan harga murah,” tuturnya.

Secara keseluruhan, mereka meminta agar perampasan dan monopoli lahan diberhentikan. Selain itu, tidak ada lagi kriminalisasi rakyat, mewujudkan Reforma Agraria Sejati, pembangunan Industrialisasi Nasional, menolak dengan tegas Omnibus Law Cipta Kerja, UKT dan penjabutan UPT. Terakhir, mereka menyatakan menolak Makassar New Port (MNP) dan izin tambang pasir laut di Pulau Kodingareng seharusnya dicabut.

Penulis: Ihsan Ismail

Editor: Dian Kartika

Tags: FPR SulselHari TaniPetaniReforma Agraria
ShareTweet
ADVERTISEMENT
Previous Post

Jukir Liar di Kawasan Lego-Lego CPI Akhirnya Ditertibkan

Next Post

Atasi Kerumunan, Balai Pustaka Luncurkan Aplikasi Gratis Barugasikola

Related Posts

NarasiKita

KontraS Sebut Calon Kapolri Gagal Ungkap Kasus Novel Baswedan

Sabtu, 16 Januari 2021
NarasiKita

Tingkatkan Layanan Kesehatan, Bantaeng Kini Sudah Memiliki Rumah Sakit Ibu dan Anak

Sabtu, 09 Januari 2021
NarasiKita

Bantaeng Terapkan Teknologi Peternakan Sapi Sistem IB

Kamis, 07 Januari 2021
NarasiKita

Covid-19: Klaster Pilkada hingga Masyarakat yang Terbuai

Jumat, 18 Desember 2020
NarasiKita

Kasus HAM 2020 yang Dibiarkan Pemerintah

Kamis, 10 Desember 2020
NarasiKita

Menyoal Laporan Gratifikasi, KPK Mengapresiasi Penghulu

Rabu, 09 Desember 2020

NARASI POPULER

Hina Polisi di Medsos, Pria Bertato di Gowa Ini Akhirnya Nginap Dikantor Polisi  

Senin, 10 Agustus 2020

Ditikam Suami Karena Menolak Diajak Ke Pengadilan

Rabu, 19 Agustus 2020

Bocah 8 Tahun di Maros Tewas Ditabrak Truk Angkutan Material

Senin, 10 Agustus 2020

Makassar Racing Minta Sirkuit di Hari Sumpah Pemuda

Rabu, 28 Oktober 2020

Nurdin Abdullah Batal Jadi Penerima Vaksin Pertama Sulawesi Selatan

Kamis, 14 Januari 2021
  • Home
  • Karir
  • Redaksi
  • Privacy Policy
  • Iklan
  • Siber
  • Kode Etik
  • Tentang Kami

© 2020 PT. SHAFIYAH ELFAMA ABADI

No Result
View All Result
  • Login
  • Teras
    • Hukum
    • Politik
    • Sosial
    • Ekobis
    • Kesehatan
    • Olahraga
      • Bola
  • NarasiKita
  • Narator
    • Resensi dan Referensi
    • Opini
    • Cerpen
    • Puisi
  • Sains
  • Narasi Art Space
  • Video

© 2020 PT. SHAFIYAH ELFAMA ABADI

Welcome Back!

Sign In with Facebook
OR

Login to your account below

Forgotten Password?

Create New Account!

Sign Up with Facebook
OR

Fill the forms bellow to register

All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In