LSB Batara Gowa, yang mendirikan Kampung Seni Baruga Kaluarrang di Kelurahan Parangtambung, Makassar ini, berdiri sejak tahun 1967. Awalnya lembaga ini merupakan sanggar seni Kerajaan Gowa.
NARASIBARU.com – Lembaga Seni Budaya (LSB) Batara Gowa menyajikan pertunjukan adat khas Bugis-Makassar, saat pembukaan peresmian gedung PKK Kartini Makassar, Rabu, (16/9/2020).
Di awal acara, Lembaga Seni Budaya, atau yang sering disebut Sanggar Batara Gowa, ini mempertontonkan teater appa’nikka. Pertunjukan dibuka dengan tarian gemulai seorang perempuan.
Menurut Pemimpin LSB Batara Gowa, Andi Muhammad Redo Basri, pertunjukan teater appa’nikka bercerita tentang prosesi adat perkawinan di Suku Bugis-Makassar. Katanya, pementasan dengan tema tersebut sudah lama tidak pernah ditampilkan di hadapan publik.
Teater ini sendiri merangkum beragam tarian khas Kerajaan Gowa. Dengan balutan musik etnis seperti tari appalili, tari appajoge, dan tari si’ru, pertunjukan tersebut dikemas secara epik.
“Kan biasanya yang sering ditampilkan itu tari padduppa, tari empat etnis, makanya kami tampilkan kesenian-kesenian yang sudah hampir punah. Kami di Batara Gowa sudah merevitalisasi semua tarian-tarian itu,” kata Redo.
Sejak dulu, menurut Redo, teater appanikka yang mengisahkan prosesi adat pernikahan ini—yang dimulai dari dua orang pemuda-pemudi saling berkenalan, kemudian lamaran, hingga pesta pernikahan—sering ditampilkan di berbagai acara kerajaan.
“Kami juga menampilkan tari si’ru, musik tunrung pakkanjara, angngaru, ada akkio bunting yaitu syair yang dibacakan kepada kedua mempelai berisi doa dan harapan agar menjadi keluarga samawa,” jelasnya.
Lestarikan Kekayaan Budaya Sulsel
LSB Batara Gowa, yang mendirikan Kampung Seni Baruga Kaluarrang di Kelurahan Parangtambung, Makassar ini, berdiri sejak tahun 1967. Awalnya lembaga ini merupakan sanggar seni Kerajaan Gowa. Kemudian oleh salah satu maestro tari, Andi Ummu Tunru, sanggar ini dibawa ke masyarakat umum.
“Pas tahun 1967, maestro Andi Ummu Tunru menjadikan LSB Batara Gowa dibuka untuk umum. Jadi dulu sebelum tahun ’67, hanya anggota kerajaan yang boleh jadi penari di sini termasuk pemain musik,” kata Redo.
Ia menambahkan, Andi Ummu Tunru sebagai pembimbing tari pada saat itu dibantu oleh suaminya yang juga maestro musik, Basri B. Sila (Daeng Bas).
“Kami Lembaga Seni Budaya Batara Gowa didirikan untuk melestarikan, mendidik, mengembangkan, dan mempromosikan seni budaya Indonesia, khususnya Sulawesi Selatan. Hampir semua budaya kesenian suku di Sulsel sudah kita buat karyanya,” lanjutnya.
Ridho, yang belajar tentang manajemen seni pertunjukan di Maison Des Culture Du Monde di Prancis, menyebutkan LSB Batara Gowa kini beranggotakan sebanyak 35 orang. Mereka itu sudah termasuk manajemen pengurus beserta para seniman.
Ia berharap, generasi muda lebih tertarik mengembangkan seni budaya Sulsel. Jangan sampai kekayaan seni budaya negeri ini seperti sepatu tua yang dibiarkan di dalam lemari. Nanti, ketika orang lain yang pakai dan terlihat bagus barulah kita bergerak.
“Nanti negara lain yang ambil baru kita mengamuk, padahal dulu memang tidak pernah kita perhatikan,” ujar Redo.
Sementara itu Catarina Balqis, sebagai salah satu talent di LSB Batara Gowa, mengatakan sanggar ini merupakan wadah bagi para penikmat seni, khususnya yang ingin mengembangkan kesenian budaya Sulsel.
“Saya sudah lama tau Batara Gowa. Kebetulan baru masuk setahun (atau) dua tahun lalu. Dari dulu memang tertarik dunia seni sejak awal kuliah. Saya bergabung di sini karena memang ini kesenangan saya, kan segala sesuatunya dibawa enjoy ji,” tuturnya.
Alumni Fakultas Kehutanan Unhas ini juga berharap, budaya Bugis-Makassar lebih sering ditampilkan di hadapan publik.
“Generasi sekarang sudah banyak melupakan adat istiadat. Kayak itumi tadi tari siru’ baru lagi diadakan waktu acara tadi. Seperti inimi, yang kita juga lakukan melalui sanggar budaya Batara Gowa. Kita berusaha melestarikan dan mempopulerkan kesenian budayata’,” katanya.
Penulis: Ihsan Ismail