Meski belum dibahas, rancangan perubahan Perda Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol mulai digarap. FPI melakukan aksi penolakan…
NARASIBARU.com – Puluhan massa Front Pembela Islam (FPI) melakukan aksi di depan gedung DPRD Kota Makassar, Kamis (11/9/2020). Mereka menolak perubahan Rancangan Peraturan Daerah Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol (minol).
Menurut mereka, perubahan Peraturan Daerah (Perda) Minuman Beralkohol Nomor 4 tahun 2014, memudahkan akses penjualan minuman keras via online.
Wakil Ketua Bidang Dakwah FPI, Firdaus Malie, dalam orasinya mengecam usulan perubahan Perda penjualan miras di Kota Makassar. Ia mengatakan, peraturan tentang pengendalian dan pengawasan minuman beralkohol sebelumnya, yang melarang penjualan dekat dengan beberapa tempat seperti rumah ibadah dan sekolah, tidak akan berlaku lagi.
“Sekarang sudah pakai digital, ini berbahaya, Pak. Kasihan anak cucu kita ini. Mereka akan pesan minuman keras melalui handphone saja. Kalau kita sahkan ini berarti kita tidak sayang generasita’. Kita juga berarti betul-betul menghancurkan moral bangsa kita, khususnya Kota Makassar,” katanya dengan lantang.
Ia menyesalkan jikalau memang nanti Perubahan Perda ini didukung dan disahkan oleh anggota dewan yang beragama Islam.
“Mudah-mudahan PAN tidak setuju, PKS tidak setuju, Partai Gerindra juga tidak setuju, lalu PPP juga tidak setuju. Tapi kalau partai Islam setuju, Lailahaillallah Muhammadurrasulullah, ini kehancuran, saudaraku,” lanjut Firdaus.
Dukungan Anggota DPRD: Perda ini Tidak Masuk Akal
Mendengar aksi ini, Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Syamsuddin Raga dari Fraksi Perindo keluar gedung dan mendampingi massa aksi. Ia sangat mendukung aspirasi dari Front Pembela Islam.
“Islam sangat tidak menerima yang namanya minol. Itu minol dijual bebas, maka bagaimana dengan generasi kita ke depan, betul tidak? Generasi yang saat ini ditunggangi dengan minuman keras akan mengakibatkan banyak terjadinya peperangan, tindakan kriminal, dan mengakibatkan kekacauan di mana-mana,” kata Syamsuddin.
Ia melanjutkan, kalau perda ini disahkan merupakan hal yang tidak relevan dan tidak masuk akal. Menurutnya, ini merupakan bagian dari tanggung jawab sebagai anggota dewan untuk menjaga masa depan generasi bangsa.
“Cukup itu saja di pasal 5, bahwa yang patut menjual (minol) yaitu bar, kafe, dan restoran. Kalau alasannya meningkatkan pendapatan daerah, banyak hal-hal yang bisa meningkatkan pendapatan daerah bukan cuma penjualan minol,” ujar Syamsuddin.
Tak lama setelah itu, akhirnya massa digiring masuk ke Ruang Aspirasi DPRD Kota Makassar untuk melakukan diskusi dan dengar pendapat.
Sejalan dengan aspirasi Front Pembela Islam, Kasrudi yang juga anggota Komisi A dari Fraksi Gerindra turut menolak usulan perubahan perda ini.
“Saya siap kalau ada aspirasinya bapak-bapak, saya siap mempertanggungjawabkan, menginisiasi, membantu dan menyalurkan aspirasinya. Semua itikad baik kita sebenarnya sama mengarah ke sana, samaji dengan saudara-saudaraku,” kata Kasrudi.
Rencana Pemanggilan Semua Ormas
Kasrudi menerangkan, apabila panitia khusus sudah terbentuk terkait pembahasan perda ini, maka semua ormas akan dipanggil. Mereka kemudian akan membantu merumuskan apa saja yang perlu dimasukkan menjadi aturan dan larangan terkait perda minol ini.
“Apa yang perlu dimasukkan dan apa yang dilarang itu kita batasi. Karena kalau kita tidak perbaiki perda ini, akan beredar penjualan minol di Makassar sembarang tempat. Coba lihat, ada larangan nda’ menjual di pinggir jalan? Yang seperti di (Jalan. red) Batuputih itu tidak ada di perda itu,” ujar Kasrudi.
Politisi ini juga mengaku sebagai inisiator, bersama dengan Wakil Ketua Komisi A, Nunung Dasniar. Mereka sempat melakukan inspeksi mendadak atas dugaan penjualan minuman keras (miras), yang dianggap tidak sesuai dengan peruntukkannya, di Portico Garage Mal Pipo dan Vines Trans Studio Mall, Jum’at (24/1/2020) lalu.
Sebelumnya, Syamsuddin sempat mengatakan bahwa perda ini diusulkan oleh anggota Komisi B DPRD Kota Makassar, Bidang Keuangan dan Ekonomi. Sampai saat ini, teks rancangan peraturan daerah terkait penjualan minol via online sendiri belum ada. Meskipun begitu, usulan untuk melakukan perubahan rupanya sudah dalam proses penggarapan.
Namun, sebelum lebih jauh menyoroti mengenai perubahan peraturan daerah ini, perlu diperhatikan pula aturan tentang transaksi online. Ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, perlu juga mengetahui tentang kontrak elektronik dalam Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Ekektronik (PP PSTE).
Penulis: Ihsan Ismail
Editor: Dian Kartika