…memindahkan sebuah pertunjukan ke ranah maya bukan berarti masalah teratasi. Para pelaku seni masih harus berhadapan dengan hal-hal teknis.
NARASIBARU.com – Sejak masa pandemi covid 19 ini, beban seniman jadi bertambah karena harus memikirkan metode dalam membuat seni pertunjukan virtual.
Menyiasati krisis panggung seni, terutama dalam bidang teater, sebuah bincang seni pertunjukan oleh Galleri Sombala Art, bekerjasama dengan Dewan Kesenian Gowa divisi seni teater, dengan tema “Siasat Teater”, digelar di Jalan Daeng tata Raya, Kamis (10/09/2020).
Namun, memindahkan sebuah pertunjukan ke ranah maya bukan berarti masalah teratasi. Para pelaku seni masih harus berhadapan dengan hal-hal teknis. Tak hanya itu, dilansir dari artikel Jawapos.com, soal-soal esensial terkait konvensi-konvensi pementasan hingga soal penjarakan sosial juga tetap perlu dipikirkan.
Dalam diskusi tersebut, para narasumber memaparkan materi yang pada umumnya coba menjawab kegelisahan ketika semua panggung tersegel akibat pandemi covid 19. Mereka antara lain Dr. Asia Ramli Prapanca, M. Pd (Dosen Fakultas Seni dan Desain UNM), Bahar Merdu (Pembina teater Pettapuang), dan Irwan AR (penulis buku puisi Rumah Rindu dan penikmat teater). Penyelenggara juga mendapuk Alif Anggara, M. Sn sebagai moderator sekaligus yang memediasi forum diskusi seniman ini.
Menurut Alif Anggara, sang inisiator, diskusi ini digelar untuk mengajak teman-teman menciptakan ruang-ruang kreatif, juga peluang-peluang dengan mengajak masyarakat ikut serta. Mereka telah menyediakan program-program yang akan dibuat secara berkelanjutan.
“Program kami (Galleri Sombala Art. red) yang akan datang, kami akan adakan workshop membatik. Segmentasinya adalah para anak muda yang mungkin putus sekolah atau kena PHK karena pandemi covid 19 ini,” kata Alif. Ia juga menambahkan, mereka tidak membatasi siapapun yang ingin bergabung.
Peserta diskusi tersebut terdiri dari seniman baik yang berasal Gowa maupun Makassar, mahasiswa, dan anak muda kompleks perumahan di sekitar tempat diskusi.
Kiat-kiat Teater Virtual
Bisa dikatakan, bincang seni tersebut mengajak—terutama para seniman—untuk tidak terkekang dalam situasi dan kondisi sekarang dengan pandemi covid 19. Seniman harus tetap melakukan upaya-upaya untuk menjawab tantangan, sekaligus menunjukkan bahwa panggung teater itu masih ada.
Menurut Bahar Merdu, salah satu pembicara dalam diskusi, setiap pelaku seni—khususnya teater—harus belajar bagaimana memerankan berbagai lakon di atas panggung. Hal ini berguna untuk menghindari terciptanya dominasi kamuflase. Artinya, bahwa peran yang ditampilkan dalam panggung virtual adalah dominasi rekayasa kameramen.
“Setidaknya seorang aktor atau yang terlibat dalam pertunjukan teater virtual harus menguasai tiga unsur. Ketiga unsur itu dapat membantu dalam merasakan atmosfir panggung teater, memerankan dalam konteks keaktoran, seorang tokoh (penokohan), dan mampu merespon penonton,” jelas Bahar.
Senada dengan hal di atas, Faisal Syamsuddin yang merupakan salah seorang peserta diskusi, berpendapat bahwa seniman itu harusnya dalam proses penciptaan, melakukan riset tentang cikal bakal apa yang menjadi sebuah karya.
“Seniman itu harus memberikan deskripsi karya, seniman juga harusnya memberikan edukasi ke masyarakat, bukan hanya memperlihatkan teknis bagaimana pemeranan yang baik, tapi lebih dari sebagai edukator yang baik,” kata Faisal.
Seniman, di masa pandemi covid 19 ini, jika melihat beberapa aktivitas webinar maupun pertunjukan virtual di media sosial, terus berusaha menjawab tantangan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah pertunjukan seni virtual. Mereka mencoba membuka segel pembatas dengan konsep panggung virtual.
Penulis: Andi Yurdika