NARASIBARU.com – Sudah hampir dua pekan draf RUU Omnibus Law disahkan DPR RI. Keputusan tersebut semakin menimbulkan keributan. Terlebih, penolakan terhadap Undang-undang sapu jagat ini sudah dilancarkan sejak akhir 2019 lalu.
Seluruh elemen mahasiswa, buruh, serta masyarakat turun ke jalan. Mereka terus melancarkan protes terhadap keputusan yang dianggap terburu-buru tersebut. Berbagai aksi yang bahkan berujung bentrok, antara massa dengan aparat kepolisian, mewarnai proses berlangsungnya demokrasi di negara ini.
Di Makassar, tercatat ratusan massa aksi tertangkap oleh aparat kepolisian pada aksi besar-besaran di sejumlah titik, Kamis (08/10/2020) lalu. Namun itu tak menyurutkan gelombang demonstrasi.

Sebagai aksi lanjutan, Gerakan Rakyat Makassar (GRM) mengadakan Festival Rakyat di pertigaan jalan Pettarani-Alauddin. Jumat, (16/10/2020), ratusan massa aksi terpantau menduduki salah satu jalan protokol di Makassar ini.
Menurut Ilham, koordinator lapangan, Festival Rakyat dimulai dari aksi kampanye di sore ini. Kegiatan tersebut akan dilanjutkan pada malam hari dengan menampilkan beberapa pertunjukan seni. Selain itu, juga akan diadakan kuliah umum.
“Mestinya tadi dimulai dari jam 4 sore. Tapi ada sedikit kondisi yang tidak memungkinkan, makanya kita alihkan dulu ke aksi kampanye. Perihal agenda live music, kuliah umum di jalan, dan agenda lainnya akan tetap dilaksanakan sesuai kondisi,” terang Ilham.

Ilham melanjutkan, pada Festival Rakyat yang diinisiasi GRM ini, tergabung beberapa aliansi mahasiswa dari seluruh kampus di Kota Makassar. Aliansi Mahasiswa Makassar (Makar) salah satunya.
“Kalau Aliansi Mahasiswa Makassar itu merupakan gabungan dari beberapa mahasiswa, ada mahasiswa UNM, Unismuh, Unhas, organisasi buruh, KPA dan lain-lain,” kata Ilham.
Ia melanjutkan, selain tuntutan mencabut omnibus law yang digaungkan pada festival ini, ada beberapa tuntutan lain yang diusung oleh massa aksi.
“Massa aliansi juga mengecam tindakan represif yang dilakukan oleh pihak aparat kepolisian pada aksi pekan kemarin. Polisi semestinya tak melakukan tindakan seperti itu, karena aksi-aksi yang digelar kemarin membawa suara atau aspirasi dari masyarakat yang harus dijaga sesuai dengan konstitusi,” ujar.
Selain itu, Ilham mengatakan, pada festival ini turut juga dibahas mengenai kasus penganiayaan salah satu dosen di Makassar. Peristiwa yang kemudian viral tersebut, terjadi saat bentrok aparat dengan massa aksi. Dosen itu dikabarkan mengalami luka lebam di area vital, yakni pada bagian kepala, sementara ia bukan sebagai peserta aksi.
“Akan dilakukan diskusi terkait kasus itu. Sebentar mungkin dibawakan oleh salah satu perwakilan Serikat Dosen Progresif,” tutupnya.

Sementara itu, Rezy selaku perwakilan dari mahasiswa UMI, menyatakan hal yang serupa. Aksi pada hari ini sifatnya merupakan kampanye damai. Ini berangkat dari gerakan #mositidakpercaya seperti yang digalangkan aksi-aksi kemarin.
“Selain dialog, ada pameran data berbentuk poster, live mural, nobar film, panggung rakyat dan beberapa item kegiatan lainnya,” katanya.
Rezy menambahkan, pada festival ini diharapkan bisa berjalan lancar, tanpa ada gangguan dari pihak-pihak yang ingin mencederai gerakan ini.
Penulis: Ihsan Ismail