Di Sulawesi Selatan, program Wisata Covid yang dicanangkan Gubernur Nurdin Abdullah, menjadi percontohan bagi seluruh daerah. Sulsel pernah mendapat pujian dari Jokowi sebagai daerah yang paling tanggap mengendalikan penularan Covid-19.
NARASIBARU.com – Memasuki penghujung tahun 2020, persoalan pandemi covid-19 hingga kini belum selesai kita bicarakan. Bahkan, kedatangan vaksin beberapa pekan lalu masih belum bisa memastikan kapan bencana kemanusiaan ini berakhir.
Pemerintah dengan seluruh stakeholder telah berupaya menekan angka penularan virus corona ini. Namun, penyelenggaraan pilkada serentak yang baru saja berakhir kemarin, membuat masyarakat bimbang terhadap keseriusan pemerintah.
Banyaknya kasus positif lahir akibat penyelenggaraan pesta demokrasi ini. Bahkan, angka tertinggi kematian kasus covid-19 saat momen pilkada berlangsung. Melansir dari kantor berita Tirto, berdasarkan data Satgas COVID-19, per hari rabu (09/12/2020), terdapat 171 jiwa yang meninggal dunia. Angka tertinggi sebelumnya, sebanyak 169 jiwa meninggal pada tanggal 27 dan 29 November 2020.
Bukannya jumlah kasus kian surut, tapi malah meningkat drastis. Di Sulawesi Selatan, program Wisata Covid yang dicanangkan Gubernur Nurdin Abdullah, menjadi percontohan bagi seluruh daerah. Sulsel pernah mendapat pujian dari Jokowi sebagai daerah yang paling tanggap mengendalikan penularan Covid-19.
Namun, ini kemudian terbantahkan ketika melihat kondisi terkini terkait situasi covid di Sulsel. Kata Prof Sukri Palutturi, Konsultan Satgas Penanganan Covid-19 Sulsel, untuk tingkat kabupaten/kota beberapa bulan kemarin, penularan covid-19 dalam hitungan seminggu tak pernah menyentuh angka 120 kasus.
“Sekarang ini bisa hitungan sehari. Mau tidak mau kita akui pernah berhasil kendalikan covid. Tingkat penularan 0,6-0,65. Nanti ada 2 orang (carrier) baru bisa tularkan ke satu orang. Sekarang head to head. Itu dari sisi risiko penularan,” kata Sukri saat FGD yang diselenggarakan Harian Fajar, Jumat (18/12/2020).
Apalagi melihat kondisi akhir tahun, menyambut natal dan tahun baru, ia dengan tegas menyampaikan agar semua aktivitas dihentikan. “Apakah kita tidak belajar dari kerumunan pilkada? Kami rindukan dulu tentara, polisi, satpol dan teman pemerintah sangat berhasil mngendalikan pandemi. Tentu isu ekonomi tak bisa diabaikan, bukan berarti kesehatan juga dibiarkan,” tegas Guru Besar FKM Unhas ini.
Sementara itu menurut Pangdam XIV/Hasanuddin yang juga sebagai Wakil Ketua Satgas Covid-19 Sulsel, Mayjen Andi Sumangerukka, di Sulsel kemarin bahkan sudah berganti status dari orange ke kuning. Namun, untuk minggu ini menurutnya luar biasa. Berdasar analisa yang telah dilakukan, terdapat klaster baru, yaitu pilkada.
“Pada kenyataannya, banyak para calon yang terpapar bahkan meninggal. Ada beberapa calon masih di dalam rumah sakit,” ungkapnya.
Selain itu, juga ada klaster perumahan dan klaster perkantoran. Di perumahan, tidak semua kondisi rumah memungkinkan untuk isolasi di rumah. Untuk rumah dengan kondisi kamar terpisah sudah pasti itu menjadi rujukan. “Bayangkan kalau kamarnya tidak terpisah. Tidak tertutup kemungkinan ada penularan,” lanjut Andi Sumangerukka.
Klaster perkantoran juga kini bermunculan di Sulawesi Selatan. Menurut ahli, suasana dingin dalam perkantoran membuat virus bertahan lama. Bahkan masih hangat dibicarakan, beberapa staf di Rujab Gubernur baru saja terkonfirmasi positif. Menurut Prof Ridwan Ketua Tim Konsultan Satgas Penanganan Covid-19, rujab Gubernur Sulsel digolongkan menjadi klaster perkantoran.
Kesadaran Masyarakat Kian Menurun
Meningkatnya kasus penularan covid-19 pada dasarnya memang menjadi tanggung jawab kita semua. Menurut Kapolda Sulsel Irjen. Pol. Merdisyam, kita hidup dalam situasi yang dilematis, bagaimana perekonomian agar tidak hancur dan juga kesehatan agar tidak terpuruk.
“Pemerintah berada di posisi jalan tengah. Semisal kebijakan menteri pendidikan (rencana sekolah tatap muka. Red) jangan sampai timbulkan klaster baru,” katanya.
Kata Merdisyam, masyarakat sekarang merasa terbuai. Pola pikir masyarakat akhir-akhir ini merasa kumpul-kumpul tak sebabkan apa-apa. “Buktinya masih sehat-sehat saja. Mereka tidak mengerti dampak yang sebenarnya terjadi. Sudah ada vaksin ya tenang saja,” katanya.
Situasi inilah yang membuat penanganan menjadi kendor. “Tanpa adanya kesadaran dan disiplin akan susah kita keluar dari covid-19,” imbuhnya.
Saat ini memang masyarakat mengalami puncak dari tingkat kejenuhan. Berbagai macam pembatasan baik bersosial, ekonomi, hingga interaksi satu sama lain membuat masyarakat lelah. Bahkan hiburan-hiburan alternatif dianggap tak mampu melawan kejenuhan mereka.
Kata Andi Sumangerukka, ini dimungkinkan juga pada penyebaran informasi terkait dampak virus covid-19. “Kita menyampaikan bahwa yang sakit, yang meninggal, lebih banyak yang sembuh. Kita memang ingin yang di rumah sakit harus sembuh, yang sehat jangan sakit. Masyarakat merasa aman. Nanti dia rasakan baru percaya. Tingkat kejenuhan meningkat, disiplin berkurang,” lanjutnya.
Menyoal penggunaan masker, Andi Sumangerukka menyebut disiplin pemakaian masker pun saat ini berkurang. Bahkan mencapai 80%. “Beberapa bulan ini, setelah terjadi seperti itu apa upaya kita? Kalau kami TNI ada namanya pemetaan disiplin, kalau di satgas fokusnya memutus mata rantai. Kita betul-betul strike bagi yang tidak menggunakan masker. Seperti (pelaksanaan) operasi yustisi,” bebernya.
Langkah yang Harus Dilakukan
Menjawab segala bentuk persoalan yang dialami akhir-akhir ini, Sukri Palutturi memberikan dua metode pendekatan. Pertama bagi orang sehat, ia menilai tidak ada cara selain hentikan kerumunan, jaga jarak, pakai masker dan cuci tangan. “Yang ke dua sudah terlalu banyak perda yang dibuat. Yang ditunggu ialah implementasinya. Lakukan sekarang. Bagi orang yang sakit tak ada cara lain, maka harus dilakukan tes,” imbaunya.
Sudah sepatutnya juga dilakukan kontak tracing dengan maksimal. Untuk Beberapa kasus pilkada kemarin, kata dia, apalagi yang sudah melakukan interaksi bisa diukur sudah pasti ratusan orang. Lebih lanjut, sekarang banyak terkonfirmasi positif tanpa gejala.
“Saran jangan karantina mandiri di rumah, karna tanpa gejala bisa saja mereka keluar jalan. Risiko mandiri di rumah sangat besar. Lebih bagus memang itu wisata covid. Covid-19 hanya bisa dikendalikan kalau kita bergandengan,” pungkasnya.
Penulis: Ihsan Ismail
Editor: Dian Kartika