Kesadaran masyarakat nondisabilitas, yang hidup berdampingan dengan penyandang disabilitas, belakangan banyak disoroti. Tak sedikit orang masih berlaku diskriminatif, pun memandang mereka yang memiliki fisik tak sempurna sebagai orang lemah.
NARASIBARU.com – Hari Disabilitas Internasional diperingati setiap 3 Desember. Tujuannya dalam rangka menghilangkan stigma negatif masyarakat terhadap penyandang disabilitas.
Sudah menjadi stigma umum, ketika penyandang disabilitas seringkali dianggap tak mampu menjangkau apa yang dapat diraih manusia normal pada umumnya. Anggapan-anggapan ini akhirnya menimbulkan kesenjangan sosial, dimana kaum disabilitas dianggap tak mampu berdiri setara dengan kaum nondisabilitas.
“Mereka pasti ga mampu, deh seperti kita. Stigma seperti itu umum terjadi di masyarakat. Biasanya juga pemilik perusahaan sering menolak untuk nge-hire mereka yang kekurangan fisik, nanti kerjanya tidak mampu menyamai diri kita,” kata Grace Sabandar yang menjadi moderator diskusi Inklusifest secara virtual, Kamis (03/12/2020).
Stigma tersebut dianggap begitu destruktif, sangat menjatuhkan mental serta semangat bagi para kaum disabilitas untuk melangkah maju. Meskipun kita yang nondisabilitas sering menganggap bahwa itu keterbatasan, namun kaum disabilitas, kata Grace, menganggap keterbatasan itu ternyata bisa menjadi kekuatan bagi mereka.
“Mereka terus mengasah kemampuan di bidang yang mereka mampu,” lanjutnya.
Sementara itu, Achmad Zulkarnain yang menyebut dirinya sebagai Fotografer Profesional Lepas Disabilitas, mengajak seluruh penyandang disabilitas agar bersama-sama membangun energi positif. “Agar kita senantiasa terdorong untuk melakukan sesuatu yang positif,” kata Owner One Project Photography ini.
Ia merasa bersyukur, karena telah membuat video tentang Hari Disabilitas Internasional. Ia sengaja memilih lokasi di bawah laut dengan kedalaman 15 meter.
“Saya yang ga pernah diving, kemudian mencoba diving membawa bendera Selamat Hari Disabilitas Internasional,” ujar Achmad Zulkarnain.
Sempat Lakukan Percobaan Bunuh Diri
Achmad Zulkarnain sedikit menceritakan kisah hidupnya. Dulu, Ia salah satu penyandang disabilitas yang mengalami tindakan diskriminasi. Perlakuan tersebut Ia dapatkan sewaktu mengenyam pendidikan di masa sekolah.
Pria asal Banyuwangi tersebut mengaku mengalami berbagai bentuk tindakan diskriminasi. Mulai dari diskriminasi lingkungan, pendidikan, hingga dari keluarganya sendiri.

Saat itu, kenang Achmad, Ia masih duduk di bangku SD. Tindakan bullying dan diskriminasi ini membuat kondisi psikisnya menurun. Kesehatan mentalnya pun terganggu dan semakin terpuruk. Ia mengaku bahkan pernah melakukan percobaan bunuh diri berkali-kali.
“Saat itu saya memutuskan lakukan percobaan bunuh diri di kelas 4, 5, dan 6. Itu sangat konyol,” aku Achmad.
Perlakuan diskriminasi seperti itu tak berhenti setelah Ia lulus sekolah. Ia masih mengalaminya hingga beranjak dewasa. Meski begitu, katanya, rangkaian proses kehidupan yang Ia jalani menjadi sebuah batu pijakan untuk terus bergerak maju.
“Dari proses hidup itulah ada sebuah karyaku yang akan launching di tahun 2021 nanti, yang judulnya ‘I’m forget that I’m disable’, yang berarti ‘aku lupa kalau aku cacat’,” terangnya.
Patahkan Stigma Masyarakat
Menurut pengalaman Achmad Zulkrnain, ada 3 kebiasaan yang sering ia temukan di masyarakat. Kebiasaan-kebiasaan itu antara lain memandang sebelah mata, merendahkan orang yang tidak setara menurut mereka, dan mencibir saat melihat mereka berbeda dari yang lain.
“Ini yang membuat saya sedikit down dan mencari celah untuk mematahkan kebiasaaan itu. Bukan hanya satu dua tahun, sampai sekarang pun saya masih berusaha untuk mengedukasi di masyarakat, pendidikan, dan birokrasi,” kata fotografer jebolan Darwis Triadi School of Photography tersebut.
Kata Achmad, kegiatan seperti ini sebenarnya bukan hanya menjadi tugas pemerintah. Tapi juga menjadi tugas bagi penyandang disabilitas itu sendiri. “Dari 3 kebiasaan itu tadi, lahirlah sebuah statement dari saya, sulit menemukan manusia yang memanuisakan manusia,” imbuhnya.
Ia mengimbau, para penyandang disabilitas harus melakukan perubahan. Selain itu, Ia mengajak agar terus menguatkan mental dan mencoba lebih percaya diri. “Kita memang butuh orang lain untuk menguatkan mental, curhat, dan mengumpulkan semangat,” katanya.
Menurutnya, segala bentuk cibiran serta hinaan semestinya dipandang dari sudut pandang lain. Dengan begitu, perlakuan diskriminasi yang diterima menjadi suplemen, serta menjadi kekuatan tersendiri dalam melangkah menuju perubahan.
“Dengan begitu maka pencapaian kalian akan merubah stigma masyarakat, dari seseorang yang tidak bisa apa-apa (disability) menjadi seseorang yang memiliki kemampuan (this ability),” pesan Achmad.
Penulis: Ihsan Ismail
Editor: Dian Kartika