NARASIBARU.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Republik Indonesia, mendaulat 2 tokoh Sulawesi Selatan menjadi panelis dalam diskusi anti korupsi. Kegiatan tersebut digelar dalam rangka jelang Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia).
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, berharap diskusi tersebut dapat memberikan solusi bagi seluruh kepala daerah dalam pemberantasan korupsi. Terutama di wilayah pemerintahan mereka. “Diskusi ini diharapkan dapat memberikan solusi bersama, dalam penanganan korupsi di pemerintahan daerah,” kata Alxander Marwata.
Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah, serta Walikota Pare-pare, HM Taufan Pawe, menjadi pembicara dalam diskusi yang digelar secara virtual tersebut.
Mengangkat tema “Perspektif Pemberantasan Korupsi Segmen Pemerintah Daerah”, kegiatan tersebut digelar pada Senin, (7/12/2020). Dua panelis asal Sulsel ini terpilih bersama tiga kepala daerah lain, yakni Wahidin Halim (Gubernur Banten), Ahmad Safei (Bupati Kolaka), dan Benhur Tommy Mano (Wali Kota Jayapura).
Nurdin Abdullah menyampaikan, salah satu poin penting yang wajib dilakukan setiap kepala daerah, yakni memastikan masyarakat mendapatkan pelayanan prima dari pemerintah pusat, provinsi, maupun kabupaten/ kota.
“Tentu kita berharap apa yang selama ini kami lakukan, merupakan kewajiban pemerintah memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan pelaku usaha,” jelasnya.
Utamanya, kata Nurdin, dalam kondisi krisis di masa pandemi Covid-19 ini, yang menurutnya sangat penting untuk meminimalisir terjadinya korupsi di pemerintahan.
“Pemprov Sulsel menyadari pentingnya fungsi pengawasan untuk menjamin pemerintahan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Dengan itu, kami senantiasa melakukan upaya-upaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik secara bertahap dan berkelanjutan,” tutupnya.
Berbicara mengenai korupsi dalam tata kelola pemerintahan, Taufan Pawe mengatakan jika akar permasalahan korupsi harus ditelisik dari hulu ke hilir. Menurutnya, itu adalah komitmen kepala daerah dalam memberi keteladanan kepada Kepala SKPD sebagai pengguna anggaran.
Dengan adanya komitmen awal kepala daerah, kata Taufan, maka upaya memperketat fungsi-fungsi internal dapat dilakukan. Ia menambahkan, awal permasalahan sebenarnya ada pada kebiasaan jual beli jabatan.
“Saya melihat, yang menjadi permasalahan awal adalah adanya jual beli jabatan. Saya memahami bahwa jual beli jabatan adalah awal dan cikal bakal korupsi. Pemangku jabatan akan berpikir setoran-setoran jika dimulai dengan jual beli jabatan. Sehingga, yang dibutuhkan adalah komitmen kepala daerah, agar kita dapat melakukan upaya preventif pencegahan korupsi dalam tata kelola pemerintahan,” urai Taufan.
Saat ini, ia tengah menggaungkan prinsip taat 3 A kepada para pengguna anggaran, yaitu taat asas, administrasi, anggaran. “Jual beli jabatan adalah titik lemah setiap kepala daerah, dalam menjalankan perintahan yang ideal. Karena tidak bisa mengendalikan sistem pemerintahan yang ada,” kata Taufan.
Promosi jabatan yang dilakukan pun berbasis kinerja. ASN inovatif diberi kesempatan menempati posisi strategis. Lelang jabatan pimpinan tinggi pertama, pun dilakukan sebagai wujud transparansi dan bukti, bahwa pemerintahan di era putra daerah ini tidak mengenal istilah jual beli jabatan.
Penulis: Ihsan Ismail