NARASIBARU.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar acara pemberian Apresiasi Terhadap Laporan Gratifikasi, di aula gedung juang KPK, Selasa (08/12/2020). Dalam acara ini, KPK mengapresiasi 3 pegawai negeri, yang dinilai teguh menjaga integritasnya. Salah satunya adalah Budi Ali Hidayat-Penghulu Madya sekaligus Kepala KUA Cimahi.
Dari data KPK, Budi telah melaporkan kasus gratifikasi yang diterimanya sebanyak 88 kali. Padahal, masyarakat hanya menganggap sebagai tanda terima kasih, atas jasanya sebagai penghulu. Selain Budi, apresiasi juga diberikan kepada Wahyu Listiantara, Junior Manager Pengamanan Pengawalan Kereta, dari PT Kereta Commuter Indonesia. Kemudian Apriansyah Kadisparpora Kab. Muko-Muko Prov. Bengkulu.
KPK diketahui pernah mengeluarkan edaran kepada para penghulu, beberapa tahun yang lalu, agar tidak menerima gratifikasi dari masyarakat. Menurut Deputi Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan mengatakan bahwa, ini memang sudah menjadi kebiasaan umum di masyarakat.
“Kok jadi praktek yang diterima masyarakat secara umum, kalau manggil penghulu nikah udah pasti bayar. Kan udah jadi kebiasaan umum. Tidak ada yang bertanya lagi harus bayar apa tidak. Pokoknya kalau bayar itu aneh,” ujarnya.
Kata dia, penghulu juga termasuk dari aparat negara. Sudah sepatutnya untuk menjaga sikap serta integritas dalam menjalankan tugas. “Oleh karena itu, ada surat edaran KPK bahwa penghulu itu pegawai negeri yang dibayar negara dari pajak masyarakat. Jadi kalau masyarakat minta jasa (pernikahan), itu tidak boleh (diterima) lebih dari yang seharusnya,” lanjut Pahala.
Penghulu in,i secara konsisten melaporkan tindak gratifikasi yang terjadi padanya. Apa yang dia terima bukanlah haknya. Ia memegang teguh prinsip bahwa ia dibayar negara untuk melayani masyarakat.
“Udah ga mau, nolaknya susah, kalau ditolak masyarakat (malah) marah,” tandas Pahala Nainggolan.
Pegawai Negeri Rentan Godaan
Korupsi merupakan penyakit peradaban yang menjadi musuh kemanusiaan. Berdasarkan undang-undang, korupsi dibagi menjadi 30 jenis namun hanya dua pasal yang mengatakan korupsi berbicara mengenai kerugian keuangan Negara. Sisanya, bicara tentang perilaku dan karakter, termasuk suap atau gratifikasi. Dengan membangun karakter yang berintegritas, itu dapat menjadi ujung tombak pemberantasan korupsi yang sebenarnya.
Beragam kasus suap maupun gratifikasi, sangat rentan dihadapi oleh para pegawai negeri. Ini disebabkan, selaku penyelenggara negara, para pejabat publik dituntut untuk tetap bekerja keras dan terus berinovasi.tentu saja berhadapan langsung dengan pihak-pihak penyedia jasa ataupun penerima layanan.
Pimipinan KPK Lili Pintauli Siregar mengungkap, dalam pelaksanaan tugas aparat negara, tidak terlepas dari berbagai tantangan dan godaan, baik itu suap ataupun gratifikasi yang diberikan, sehubungan dengan jabatan yang dia emban.
“Dan ini menjadi keharusan kita untuk melakukan pencegahan untuk menolak khususnya terhadap gratifikasi ini jika Bapak/Ibu menerimanya dan segera dilaporkan,” kata Lili di hadapan hadirin.
Ia menjelaskan bahwa, gratifikasi merupakan salah satu jenis tindak pidana korupsi, dimana hal itu diatur dalam pasal 12B dan C pada UU 31 1999. Hal ini juga memberikan kewajiban kepada pegawai negeri untuk melaporkan kepada KPK, setiap penerimaan gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya atau berlawanan dengan tugas.
“Gratifikasi dianggap suap kalau tidak dilaporkan ke KPK. Tentu saja ada ancaman hukuman, jika pelaporannya melampaui 30 hari dengan ancaman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara, denda minimal 200 juta rupiah dan paling tinggi 1 miliar. Kalau sudah terlanjur menerimanya, silahkan melapor,” imbaunya.
Kita semua, diharapkan agar terus saling mengingatkan, karena pentingnya pemberantasan korupsi di Indonesia. Tentu saja pencegahannya dengan cara-cara yang dimulai dengan nilai-nilai integritas yang ada pada diri kita dan lingkungan.
Penulis : Ihsan Ismail