NARASIBARU.com – Sekelompok remaja sedang sibuk melayani warga yang datang membawa karung berisi sampah. Satu orang lain sedang fokus dengan timbangannya, sembari menginformasikan tentang jumlah berat sampah yang ia timbang. Seorang lainnya lagi, sedang mencatat hasil timbangan dalam buku tabungan. Beberapa sisanya sedang sibuk menata dan memindahkan sampah dari karung satu ke karung lainnya.
Aktivitas tersebut berlangsung setiap hari sabtu. Mereka adalah sekelompok remaja yang tergabung dalam satu organisasi kepemudaan “Energi Muda”. Mereka mendirikan Bank Sampah, beralamat di Desa Barana, Kecamatan Bangkala Barat, Kabupaten Jeneponto.
Kebiasaan membuang sampah di lahan, pinggir jalan, atau pinggiran sungai pun masih sering terjadi. Dampak buruk dari sampah, yang paling banyak dijumpai, yakni mencemari air bersih lingkungan dan saluran irigasi pertanian.
Dikutip dari laman Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI), Agus Haryono mengatakan, membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat mengurai sampah plastik yang ada di alam. Hal tersebut diakibatkan adanya penambahan berbagai bahan kimia lain seperti plasticizer (pelentur), antioksidan, stabilizer ataupun bahan adiktif lainnya.
Merujuk pada peryataan tersebut, sampah plastik yang tersebar di sekitar kita akan memberikan dampak buruk, pada lingkungan, dalam waktu yang cukup pajang.
Fatmawati (30) mengemban amanah sebagai direktur sampah Energi Muda. Ia bercerita bahwa dirinya senang menjalankan Bank Sampah. “Ini menjadi motivasi bagi masyarakat. Selain menciptakan rantai ekonomi, juga dapat meminimalisir beban lingkungan. Menarik, to, kalau sampah diubah menjadi rupiah”.

Ia bersama rekannya mensosialisasikan Bank Sampah dengan bergerilya dari rumah ke rumah, sembari berharap dengan idenya itu, masyakat tidak lagi membuang sampah di sembarang tempat, melainkan membawa ke Bank Sampah untuk dijadikan tabungan.
Fatmawati kembali melanjutkan, tentang kondisi sampah yang bersebaran selama ini, dirinya merasa prihatin karena tidak ada wadah yang dapat memanfaatkan sampah. Di beberapa saluran air untuk pertanian sudah dicemari oleh sampah plastik. “Kenapa demikian?” ujarnya, lalu menyambung, “setiap orang menghasilkan sampah, semua produk yang dikonsumsi pasti menghasilkan sampah. Kalau kita tidak memberikan wadah yang jelas, sampah akan memenuhi saluran air. Kemungkinan besar kita sendiri yang rugi,” terang direktur Bank Sampah Energi Muda ini.
Sembari menunjuk sampah yang sudah ditimbang, ia berkata, “sekarung ini sudah bisa menghasilkan sekitar tiga puluh ribu rupiah, bayangkan kalau satu karung gelas dan botol plastik ini berada di sawah, atau di halaman rumah, hingga puluhan tahun”.
Menjadikan Sampah Plastik Peluang Ekonomi Bagi Masyarakat
Di tempat berbeda ada Dg Puji, seorang Ibu Rumah Tangga berumur sekitar 50 tahun, beralamat di Parang Labbua, Kelurahan Bulu Kunyi, Kecamatan Polong Bangkeng Selatan, Kabupaten Takalar. Ia tampak sibuk memindahkan botol plastik dari tempat satu ke tempat lainya, di kolong rumah panggungnya.
Kediaman Dg Puji dikelilingi dengan ribuan botol plastik. Di depan rumahnya, terlihat puluhan karung besar yang tersusun rapi. Dirinya adalah seorang pemilah sampah. Ia bergerak selaku mitra dari salah satu usaha daur ulang sampah plastik yang terletak di Balang, Kelurahan Bantinoto, Kecamatan Polong Bangkeng Selatan, Kabupaten Takalar.

Pekerjaan Dg Puji setiap harinya mengeluarkan isi botol bekas, kemudian memasukkan kembali ke dalam karung. Dirinya bersemangat dengan pekerjaan tersebut, meski hanya meraup kocek sebanyak lima ratus rupiah/kg.
Sekitar enam Ibu Rumah Tangga di sekitar rumahnya, juga menjalankan pekerjaan yang sama dengan Dg Puji. Dalam jangka waktu satu bulan, mereka membersihkan botol plastik dengan jumlah yang cukup banyak. Dapat dibayangkan, ketika tumpukan botol tersebut tidak dimanfaatkan dan tersebar di lingkungan sekitar kita.
Mengenai pengelolaan sampah, hal ini menggambarkan bahwa sampah plastik memiliki nilai ekonomis, dan dengan sendirinya, sudah membantu menekan pencemaran sampah di lingkungan. Ini perlu disadari bagi seluruh masyarakat, bahwa sampah plastik akan lebih baik ketika dikumpulkan dan dibawa ke Bank Sampah untuk didaur ulang.
Tidak hanya itu, kumpulan remaja dan Ibu Rumah Tangga tersebut menjadi motivasi bagi masyarakat. Dengan sendirinya, mereka sudah membangun pandangan baru, bahwa bergelut dengan sampah plastik bukan pekerjaan yang memalukan.
Penulis: Dita Pahebong
Editor: Dian Kartika