Kediri, NARASIBARU.COM - Masyarakat Kelurahan Gayam Kecamatan Mojoroto Kota Kediri belum menyetujui appraisal yang diberikan oleh tim pengadaan tanah (TPT), jalan tol Kediri-Tulungagung.
Dalam pertemuan yang diadakan pada 14 Desember 2023 di Kelurahan Gayam, surat appraisal yang diterima oleh warga harga tanah untuk jalan tol Kediri-Tulungagung masih di bawah harga pasaran.
Oleh karena itu banyak masyarakat Kelurahan Gayam yang menolak dan tidak menandatangani surat appraisal pengadaan jalan tol Kediri-Tulungagung tersebut.
Salah satu warga terdampak adalah Pudjihartini (65), setelah ia menerima surat appraisal, ia kecewa dengan harga yang diberikan karena di bawah harga umum pasaran.
Baca Juga: Gara-gara ini Rumah Warga Kediri Terbakar, Begini Kejadiannya
"Jujur saya kecewa karena harga yang saya dapatkan di bawah harga umum dan juga di surat appraisal masih tertulis tanah pertanian padahal disertifikat saya tertulis tanah pekarangan kosong," ungkap Pudji, Senin (18/12/2023).
Harga tanah pertanian dan tanah pekarangan tentu saja berbeda oleh karena itu Pudji merasa kecewa. Ia menyebutkan jika pada saat itu ia sudah melapor pada petugas BPN di kelurahan akan tetapi tidak ada perubahan dan masih tertulis tanah pertanian.
Dari 37 warga yang dipanggil belum ada yang menandatangani appraisal yang diberikan oleh BPN. Selain permasalahan harga yang di bawah harga umum pasaran ada permasalahan lain yang menjadi keresahan masyarakat yang terdampak tol di Kelurahan Gayam.
Dalam grup WhatsApp yang terdiri dari para warga yang telah dipanggil sejumlah 37 orang mengutarakan keresahan mereka,
Yang pertama, ketika pertemuan awal di salah satu hotel Kota Kediri pada spanduk tertulis ganti untung yang sekarang berubah menjadi ganti rugi kemudian di slip hasil appraisal tertulis harga kewajaran, dan masyarakat merasa jika tim BPN atau appraisal tidak memiliki pendirian.
Baca Juga: Jaksa Teliti Berkas Kasus Dua Oknum Wartawan Peras Perangkat Desa di Jombang
Yang kedua penentuan harga yang dilakukan secara sepihak tidak adil.
Yang ketiga, harga tanah di bawah harga normal mengingat harga tanah sekarang melambung setelah adanya Universitas Brawijaya dan pondok pesantren yang dibangun di sekitar wilayah Kelurahan Gayam.
Keempat, tanah yang dijadikan sebagai pembanding harga adalah di wilayah Bujel dan Manyaran yang termasuk wilayah kabupaten yang mana masyarakat merasa seharusnya tanah yang dibandingkan adalah di wilayah kota termasuk Mrican yang berdekatan dengan lokasi.
Kemudian yang terakhir adalah para tim appraisal menilai dari bentuk fisik tanah bukan dari potensi tanah dari aspek pertanian ekonomi dan lain sebagainya.
"Dari pihak BPN, menawarkan ganti untung berupa uang, saham, atau tanah. Waktu itu karena harga yang saya dapatkan tidak sesuai saya meminta ganti rugi berupa tanah namun petugas tidak berhasil menemukan tanah yang sebanding dan berdekatan dengan lokasi," paparnya.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: koranmemo.com
Artikel Terkait
LAGI! Anak SMA Yatim Piatu Meninggal Dianiaya Polisi, Dituduh Narkoba, Keluarga: Merokok Saja Tidak Pernah
MIRIS! Salah Tangkap di Grobogan: Kusyanto Tak Bisa Lagi Cari Nafkah, Polisi Hanya Minta Maaf
Terungkap! Vila-Vila Milik Jenderal di Puncak Bikin Parah Banjir di Jakarta dan Sekitarnya, Siapa Pemiliknya?
Blusukan Gibran ke Lokasi Banjir di Bekasi Tuai Kritik, Dinilai Tak Bawa Solusi: Pencitraan Wapres Gak Guna!