Klaim Capaian Pemkab Belu dan Ironi Masyarakat yang Masih Kesulitan Akses Air Bersih

- Kamis, 28 Desember 2023 | 09:00 WIB
Klaim Capaian Pemkab Belu dan Ironi Masyarakat yang Masih Kesulitan Akses Air Bersih

Atambua, Nusra Inside – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu di bawah kepemimpinan Bupati dr Agustinus Taolin dan Wakil Bupati Aloysius Haleserens mengklaim bahwa capaian Pembangunan di tahun 2023 meningkat hingga 70,01 persen.

Bahkan, tingkat kepuasan masyarakat seperti ditulis Batas Timor. Com pada Rabu 27 Desember 2023 dikatakan nyaris mencapai 100 persen. Meski demikian, awak media ini masih berupaya untuk memverifikasi klaim tingkat kepuasan yang dipublikasikan tersebut, terutama soal obyektifitas survey dan Lembaga yang melalukan survey sehingga tidak terkesan lip service sepihak oleh Pemkab Belu.  

Sementara, dirilis Lintas Pewarta.com, pada Selasa 26 Desember, capaian 70,01 persen ini diklaim meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya berada di angka 60,87 persen. Capaian yang diklaim Pemkab Belu ini meliputi delapan agenda prioritas pembangunan.

Baca Juga: Dinilai Diskriminatif, Pemda Belu Bungkam

Salah satu aspek yang diklaim berhasil dan mendongkrak tingginya tingkat kepuasan Masyarakat adalah aspek rumah tangga dengan akses air minum layak dimana diberitakan bahwa di tahun 2023 Pemkab Belu berhasil mencapai 33,02 persen.

Ironisnya, klaim capaian yang dipaparakan Pemkab Belu di hadapan sejumlah awak media yang diundang berbanding terbalik dengan fakta yang ditemui di lapangan.

Betapa tidak, meski Pemkab Belu mengklaim capaian dalam bentuk angka, namun angka yang disampaikan melalui sejumlah awak media ini tidak mampu menutupi fakta sulitnya warga untuk mengakses air minum yang bersih.

Ditemukan di Desa Rafae kecamatan Raimanuk, kabupaten Belu, warga 7 dusun di desa tersebut sudah 59 tahun mengambil air minum dari kali karena ketiadaan sumur bor dan jaringan SPAM.

Baca Juga: Tebang Pilih Pemda Belu dalam Konferensi Pers Akhir Tahun. Tak Mau Dikritik?

Akibatnya, tidak jarang di musim hujan setiap tahun warga di desa tersebut harus minum air keruh yang diendapkan sebelum digunakan untuk kebutuhan minum, masak dan mencuci perlengkapan makan minum.

Katarina Lay, 57 tahun, warga dusun Wanikian Desa Rafae menuturkan bahwa mereka sudah terbiasa karena situasi kesulitan air seolah sudah menjadi agenda tahunan bagi mereka sejak puluhan tahun lalu.

“Kami sudah timba air di kali sejak lahir. Kalau musim hujan, kami lihat di hulu sudah mendung, kami harus buru-buru timba air. Sebab kalau terlambat, terpaksa kami tadah air hujan di tiris rumah untuk kebutuhan minum, mandi dan cuci,” kata Katarina.

Katarina menuturkan, warga Desa Rafae yang terdiri dari lima dusun yakni dusun Wanikian, dusun Wenanan, dusun Aituan, dusun Obor, dan dusun Kelis sudah puluhan tahun minum air ya dari kali tersebut. Hal itu terpaksa dilakukan karena situasi kekeringan dan untuk membeli air sepanjang tahun adalah hal yang sulit sebab masih ada kebutuhan lain yang harus didahulukan. Sementara mayoritas masyarakat setempat kata Katarina, adalah petani dan pekebun dengan pendapatan seadanya.

Baca Juga: Kekeringan dan Urusan Air Bersih Memaksa Anak-Anak di Perbatasan RI-RDTL Berjibaku dengan Alam

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: nusrainside.com

Komentar