SINAR EDITORIAL - Dua fenomen menarik ini, saya alami hari ini, Sabtu (6/1/2024).
Pertama, gunung api Lewotobi mengeluarkan hujan abu vulkanik panas. Kedua, dari langit mengguyurlah air hujan kesejukan. Selisihnya, hitungan jam saja.
Ya, sekitar tiga (3) jam.
Abu vulkanik turun duluan, kemudian hujan kesejukanpun tiba. Sungguh luar biasa. Ada panas di satu sisi, ada kesejukan di sisi yang lain.
Baca Juga: Nataru OMK Paroki Santo Eduardus Watunggong : Syukuran dan Diskusi Program Diakonia Karitatif
Saat hujan abu vulkanik turun, kami mesti memakai masker, jacket, rayben bahkan sarung tangan untuk menghindari penyakit gatal kulit.
Saat hujan kesejukan datang, kami merindukan yang lebih deras lagi agar menyapu bersih semua debu vulkanik yang melengket di atas atap rumah, dedaunan, pepohonan, pakaian yang kami pakai, dan sebagainya.
Kedua fenomena tadi (hujan abu vulkanik dan hujan seperti biasanya, air biasa mengguyur dari langit) mengantar saya pada suatu refleksi senja hari tentang hukum keseimbangan/proporsionalitas.
Baca Juga: Kapitel DILAN Selesai-Kehidupan Terus Berlanjut
Saat cuaca terlalu panas, kita membutuhkan cuaca yang dingin sebagai penyeimbang. Saat cuaca terlalu dingin, kita membutuhkan kehangatan sebagai penyeimbang.
Saat ada hujan abu vulkanik, kita merindukan juga hujan air biasa yang turun dari langit yang membawakan kesegaran. Itu menimbulkan kelegaan. Sungguh. Yah, kelegaan.
Begitupun yang kami rindukan kini. Umat Paroki Hokeng dan sekitarnya nyaris sepekan "menikmati" dinamika erupsi gunung Lewotobi di tempat pengungsian, baik yang disediakan pemerintah maupun oleh Gereja dan di rumah keluarga yang cukup jauh dari radius kemungkinan "ditembusi" lava gunung berapi Lewotobi.
Baca Juga: Indonesia yang Demokratis Membutuhkan Pelaku Politik yang Rasionalis
Umat kami dan kami sendiri mulai dilanda kejenuhan. Kami membutuhkan rekreasi, relaksasi dan semacam lari dari pengapnya kemah pengungsian.
Kami butuh "dibebaskan" dari pelbagai keterikatan dan ancaman yang menambah stress, depresi dan situasi keterlukaan macam apapun.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: sinareditorial.com
Artikel Terkait
MIRIS! Salah Tangkap di Grobogan: Kusyanto Tak Bisa Lagi Cari Nafkah, Polisi Hanya Minta Maaf
Terungkap! Vila-Vila Milik Jenderal di Puncak Bikin Parah Banjir di Jakarta dan Sekitarnya, Siapa Pemiliknya?
Blusukan Gibran ke Lokasi Banjir di Bekasi Tuai Kritik, Dinilai Tak Bawa Solusi: Pencitraan Wapres Gak Guna!
HEBOH Patung Penyu di Sukabumi Rp 15 M Tapi Ternyata Kardus, Ini Faktanya!