Menkeu : Penurunan Harga CPO Ganggu Penerimaan Kepabeanan dan Cukai

- Rabu, 03 Januari 2024 | 13:00 WIB
Menkeu : Penurunan Harga CPO Ganggu Penerimaan Kepabeanan dan Cukai

SAWITKU- Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa sepanjang tahun 2023, penerimaan kepabeanan dan cukai tercatat sebesar Rp286,2 triliun.

Penerimaan tersebut telah mencapai 95,4 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.

“Meskipun Bea Cukai tidak mencapai 100 persen, yaitu 95,4 persen dari target (APBN) atau Rp286,2 triliun, kita lihat Bea Cukai mengalami koreksi dari pertumbuhan positif dua tahun berturut-turut, 26,4 persen dan 18 persen. Tahun ini minus 9,9 persen,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Kinerja dan Realisasi APBN 2023, di Jakarta, Selasa 2 Januari 2024.

 Baca Juga: CPOPC Imbau Pemerintah Tertibkan Label Palm Oil Free

Menurut Sri Mulyani, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kontraksi penerimaan kepabeanan dan cukai tahun ini.

Pertama, penurunan nilai impor pada 2023 sebesar minus 6,8 persen secara tahunan (yoy).

Faktor kedua, menurunnya harga komoditas minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Selain itu, Bea keluar (BK) produk sawit mengalami penurunan minus 81,2 persen yang disebabkan harga rata-rata CPO turun minus 34,1 persen, meskipun volume ekspor kelapa sawit masih tumbuh 3 persen.

 Baca Juga: PT Pertamina Patra Niaga Jajaki Penjualan Komersial Bioavtur di Luar Negeri

"Untuk sawit, bea keluar sawit ini bahkan turunnya 81 persen, harga sawit itu turunnya 34 persen year-on-year, tapi volumenya masih tumbuh tipis 3 persen. Jadi dari sisi value masih ada sedikit kompensasi dari kenaikan ekspor sawit,” ujar Sri Mulyani.

Penurunan BK CPO diikuti dengan BK bauksit yang turun minus 89,1 persen karena adanya larangan ekspor sejak Maret 2023. Berbeda dengan BK tembaga tumbuh 10,8 persen didorong kebijakan relaksasi ekspor.

Kemudian faktor ketiga, yakni penerimaan cukai yang menurun akibat dampak kebijakan dari pengendalian rokok dan upaya menjaga keberlangsungan tenaga kerja industri rokok.

Hal itu ditandai dengan penurunan produksi rokok mencapai minus 1,8 persen. Untuk golongan 1 turun minus 14 persen meskipun produksi golongan 2 naik sebesar 11,6 persen dan golongan 3 sebesar 28,2 persen.

"Overall, seluruh produksi rokok kita turunnya 1,8 persen. Ini memang yang kita harapkan, produksi rokok menurun karena memang ini cukai adalah untuk mengendalikan barang yang konsumsinya memang diharapkan untuk dikendalikan,” katanya.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: sawitku.id

Komentar