NARASIBARU.COM-Ketua Komisi Tetap Ketahanan Pangan Kadin Indonesia, Hermanto Siregar saat ini sedang menyiapkan upaya menjaga ketahanan pangan di 2024. Salah satunya dengan meningkatkan produktifitas melalui bioteknologi.
Menurut Hermanto, bersiap menghadapi kondisi perubahan iklim merupakan langkah penting. Untuk itu harus ada peningkatan produksi pangan dan tidak hanya tergantung pada satu komoditi yaitu beras.
"Karena apabila bergantung dengan satu komoditi, lalu komoditi itu terganggu sekali dan harganya tinggi maka akan sangat memberatkan. Baik kepada konsumen maupun petani itu sendiri," katanya saat berbincang melalui media, Kamis, 11 Januari 2024.
Baca Juga: Pedagang Pasar ke Ganjar: Kalau Jadi Presiden, Stabilkan Harga Pangan
Oleh karena itu, lanjut Hermanto, komoditi yang lain juga harus dikembangkan. Misalnya dengan mengembangkan ubi, sukun, jagung, dan lain sebagainya.
"Tapi yang sangat penting itu juga jagung, disamping dikonsumsi manusia dia juga menjadi pakan bagi ternak. Kalau manusia kan bisa makan hanya beras atau nasinya aja," ujarnya.
"Proteinnya kan telur, daging ayam, dan ternak lain. Itu mereka semua bahan pakannya itu adalah jagung, tentu itu juga harus ditingkatkan," tambah Hermanto.
Baca Juga: The Weeknd Menyumbangkan 2,5 Juta Dollar kepada Program Pangan Dunia PBB Untuk Bantuan ke Gaza
Tentunya, dari pihak Kadin ada upaya nyata untuk memproduksi jagung. Kadin sendiri menerapkan satu model yang menyediakan berbagai sarana produksi salah satunya bioteknologi.
"Jadi di dalam satu kawasan bibit atau benih dari jagung itu ada pupuk, lahan, kemudian hasilnya itu sudah ada yang menyerap. Dengan tingkat harga yang menguntungkan maka dengan cara itu tentu produksi bisa jadi stabil," jelasnya.
Langkah ini sudah diterapkan di beberapa daerah salah satunya di Bima, NTB. Di wilayah Bima pendapatan sudah meningkat sekitar 30 persen.
Baca Juga: Jelang Pemilu 2024, Begini Kondisi Pangan di Indonesia
"Kalau untuk jagung sudah ada ditanam di daerah NTB di Bima, itu bisa meningkatkan pendapatan sekitar 30 persen. Jadi itu didapatkan dari penurunan biaya produksi bioteknologi," tegasnya.
Kemudian, Hermanto berkata ini baru bioteknologi sederhana. Tapi ini masih langkah awal, jadi memang harus mencari teknologi tepat guna meningkatkan produktifitas dan menurunkan cost.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: wowindonesia.id
Artikel Terkait
GAWAT! 4 Lembaga Asing Kompak Ramalkan Ekonomi Gelap Untuk Indonesia
Masyarakat Jangan Buru-buru Nilai Defisit APBN, Sri Mulyani: Ojo Kesusu
Ultimatum Luhut: Semua Harus Setuju Pembentukan Family Office!
Mantan Anak Buah Prabowo: Pemain Crude dan BBM Itu Donatur di Pilpres!