Pemerintah Indonesia Membela Kenaikan Pajak Klub Malam Meski Mendapat Kritik Tajam

- Rabu, 17 Januari 2024 | 09:30 WIB
Pemerintah Indonesia Membela Kenaikan Pajak Klub Malam Meski Mendapat Kritik Tajam

BISNIS PEKANBARU - Kementerian Keuangan pada hari Selasa tetap teguh dalam keputusannya untuk menerapkan pajak yang berkisar hingga 75 persen pada klub malam, fasilitas spa, tempat karaoke, dan bar, meskipun menghadapi tentangan dari para pemangku kepentingan industri.

Lydia Kurniawati, Direktur Pajak Daerah Kementerian, membenarkan langkah tersebut.

Ia dengan tegas menyatakan bahwa penyedia layanan rekreasi ini melayani kelompok demografi tertentu, sehingga menyiratkan bahwa kebijakan tersebut tidak akan berdampak signifikan pada keluarga berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Personil BTS, RM dan V Selesai Ikuti Pelatihan Dasar Militer, Unggah Foto Sedang Hormat di Instagram

“Layanan khusus mereka ditujukan untuk demografi tertentu, bukan masyarakat umum,” kata Lydia saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta.

Tarif pajak baru, yang berkisar antara 40 persen hingga 75 persen, mulai berlaku pada 5 Januari, menyusul keputusan bersama pemerintah dan DPR, dengan masukan dari berbagai pemangku kepentingan, tambahnya.

Sebaliknya, pajak atas bisnis hiburan lainnya dibatasi sebesar 10 persen.

Baca Juga: China Bersiap Hadapi Tahun Baru Imlek, Ratusan Juta Warga Bakal Lakukan Perjalanan Mudik dan Liburan

Ini termasuk bioskop, kontes kecantikan, pameran seni, kompetisi balap motor, pacuan kuda, sirkus, permainan olah raga, kebun binatang, dan panti pijat.

Hariyadi Sukamdani, ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), menyamakan pajak baru ini dengan upaya terselubung untuk "mematikan industri".

“Pajak ini terlalu tinggi. Apakah negara berniat membubarkan industri ini?” Hariyadi mempertanyakan saat konferensi pers baru-baru ini.

Baca Juga: PDI-P Pimpin Dana Kampanye Pemilu 2024

“Industri ini menciptakan banyak lapangan kerja yang tidak memerlukan pendidikan tinggi, sehingga berperan penting dalam mendukung perekonomian masyarakat,” tambahnya.

Dia menuding belum adanya kajian ilmiah mengenai kontribusi bisnis hiburan yang terdampak terhadap perekonomian nasional sebelum kenaikan pajak diberlakukan.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: bisnispekanbaru.com

Komentar