Greenflation: Tren Inflasi Baru yang Menjadi Perbincangan Seru Gibran-Mahfud di Debat Pilpres 2024

- Senin, 22 Januari 2024 | 07:00 WIB
Greenflation: Tren Inflasi Baru yang Menjadi Perbincangan Seru Gibran-Mahfud di Debat Pilpres 2024

NARASIBARU.COM - Greenflation, atau inflasi hijau, menjadi perbincangan seru dalam Debat Calon Wakil Presiden 2024 pada Minggu 21 Januari 2024. Gibran Rakabuming Raka dari Nomor Urut 2 menanyakan kepada Mahfud MD dari Nomor Urut 3 mengenai strategi mengatasi greenflation.

Mahfud MD memberikan jawaban menarik, menyebut penanganan greenflation sejalan dengan menjalankan ekonomi hijau, di mana produk ekonomi dimanfaatkan dan didaur ulang, bukan dibuang.

Greenflation, atau inflasi hijau, merupakan peningkatan harga barang dan jasa sebagai hasil dari transisi ke perekonomian yang lebih ramah lingkungan atau net-zero. Ini terkait dengan peningkatan permintaan untuk komoditas seperti logam dan mineral yang esensial dalam teknologi hijau seperti panel surya, turbin angin, dan baterai listrik.

Baca Juga: Profil Dua Moderator Wanita pada Debat Cawapres 2024

Peningkatan permintaan ini, terutama untuk komoditas seperti grafit, kobalt, vanadium, dan nikel, menghadapi tantangan pasokan. Proyeksi menunjukkan kesenjangan yang signifikan antara produksi saat ini dan kebutuhan masa depan, menciptakan risiko kenaikan harga yang disebut sebagai greenflation.

Selain itu, faktor geopolitik memainkan peran krusial. Negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo dan China memiliki peran sentral dalam pasokan komoditas penting, sehingga risiko politik atau keamanan di negara-negara tersebut dapat mempengaruhi rantai pasokan energi terbarukan, seperti yang dilaporkan Nordsip di lamannya pada 9 Juni 2023.

Kenaikan harga bahan baku untuk teknologi energi terbarukan, seperti panel surya dan baterai, dapat berdampak pada biaya produksi. Perusahaan energi terbarukan kemungkinan akan menyalurkan biaya ini kepada konsumen, yang dapat mempengaruhi adopsi teknologi bersih.

Namun, tidak semuanya buruk. Ada tanda-tanda positif dalam investasi sektor energi terbarukan. Program seperti Inflation Reduction Act (IRA) dan Green Deal Industrial Plan menunjukkan upaya untuk meningkatkan investasi dalam cleantech.

Baca Juga: Dorong Petani Milenial Desa, TKN Fanta Village Diluncurkan di Bogor

Melansir laman Euro News yang tayang pada 22 November 2021, menurut proyeksi Allied Market Research, pasar global energi terbarukan, yang memiliki nilai lebih dari 881 miliar USD (781 miliar Euro) pada tahun 2020, diperkirakan akan mengalami pertumbuhan lebih dari dua kali lipat, mencapai hampir 2 triliun USD (1,8 triliun Euro) pada tahun 2030.

Gauri Singh, wakil direktur jenderal di Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA), menyatakan bahwa meskipun terdapat inflasi dan gangguan pada rantai pasokan, penurunan biaya pembiayaan telah berkontribusi pada pencapaian rekor sebesar 260 gigawatt energi dari sumber-sumber terbarukan pada tahun lalu.

Pasar energi terbarukan dikatakan telah mencapai kedewasaan. Meskipun masih diperlukan investasi lebih lanjut untuk mencapai target Net-Zero 2050, perkembangan ini menunjukkan bahwa energi terbarukan semakin mampu bersaing dengan bahan bakar fosil.

Baca Juga: Gibran Sebut 5 Juta Peluang Lapangan Kerja di Sektor Kelestarian Lingkungan atau ‘Green Jobs’

Dalam konteks global, kenaikan harga komoditas terkait dengan greenflation juga berkaitan dengan kebijakan pajak karbon dan kebijakan lingkungan lainnya. Contohnya adalah kenaikan harga litium untuk baterai mobil listrik dan aluminium untuk energi surya dan angin.

Artikel ini telah lebih dulu tayang di: alonesia.com

Komentar