Pemain Utama Migas Aman-Aman Saja, Pembubaran Petral Era Jokowi Hanya Pencitraan!

- Rabu, 12 Maret 2025 | 00:20 WIB
Pemain Utama Migas Aman-Aman Saja, Pembubaran Petral Era Jokowi Hanya Pencitraan!




NARASIBARU.COM - Pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) di era mantan Presiden ke-7 Joko Widodo alias Jokowi dinilai hanya pencitraan semata. 


Pasalnya, pemainnya masih ada hingga sekarang. Adapun Petral adalah anak perusahaan dari Pertamina PT Pertamina (Persero).


Dibubarkan karena dianggap terdapat praktik mafia Minyak dan Gas (Migas).


“Petral yang di masa periode awal Jokowi jadi Presiden katanya dibubarkan ternyata pemain utamanya aman aman saja hingga sekarang,” kata Guru Besar Universitas Airlangga, Henry Subiakto dikutip dari unggahannya di X, Selasa (11/3/2025).


Lantas Henry mengungkit kasus korupsi oplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pertamina. 


Di situ, anak dari sosok yang dikenal raja minyak Indonesia Mohammad Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) terlibat.


“Bahkan anak si mafia minyak bisa jadi pejabat tinggi di Pertamina sampai dia ditangkap baru baru ini karena skandal korupsi pengoplosan minyak yang sudah begitu lama terjadi,” ujar Henry.


Berangkat dari hal itu, Henry berkesimpulan bukan tak mungkin pembubaran Petral hanya pencitraan yang penuh kepura-puraan. Karena praktik buru rentenya masih ada.


“Sangat besar kemungkinan pembubaran Petral dulu itu juga hanya bagian dari politik pencitraan yang penuh kepalsuan dan kepura-puraan. Walau keberadaan Petral sudah tidak ada, tapi yang menjalankan fungsi ekonomi rente terhadap transaksi pembelian minyak negara tetap ada,” jelasnya.


Alih-alih hilang setelah Petral bubar. Ia mengatakan praktiknya hanya pindah tempat.


“Yang terjadi hanya berpindah tempat. Sedang orang orang pelakunyapun tetap ada dan aman menjalankan fungsi lamanya,” ucapnya.


Karena itu, ia menyerukan rakyat jangan mudah lagi percaya dengan apa yang nampak dan dikabarkan seolah baik. 


Apalagi dari pernyataan para elit pejabat di media massa dan para buzzer di media sosial.


“Rakyat harus mencari sendiri realitas yang tersembunyi atau sengaja disembunyikan oleh elit-elit jahat yang kerjaannya seolah nampak baik di depan publik, tapi senantiasa tidak jujur dalam menyampaikan realitas fakta,” terangnya.


“Rakyat harus belajar dan terbiasa berpikir kritis lewat pemikiran skeptis. Terbiasa bertanya dan mencari tahu apa yang terjadi di belakang panggung sandiwara politik pencitraan dan sandiwara panggung penegakkan hukum dengan kepurapuraan,” tambah Henry.


Menurutnya, praktik demikian cukup terjadi di era Jokowi saja. Kini tidak perlu lagi.


“Rakyat perlu menuntut dan mendesak pemerintah agar semua laporan peristiwa penegakkan hukum itu dilakukan secara tuntas, secara detail, secara menyeluruh dan secara transparan".


"Rakyat jangan mau lagi jadi korban kebohongan kebohongan politik pencitraan dan pernyataan inkonsisten yang selama Pemerintahan Jokowi hingga kini sudah berulang ulang terjadi,” imbuhnya.


👇👇



Sumber: MonitorIndonesia

Komentar