JPU: Hasto Perintahkan Harun Masiku Bersembunyi di Kantor DPP PDIP hingga PTIK

- Jumat, 14 Maret 2025 | 12:00 WIB
JPU: Hasto Perintahkan Harun Masiku Bersembunyi di Kantor DPP PDIP hingga PTIK


NARASIBARU.COM
- Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, diketahui sempat memerintahkan mantan calon legislatif (caleg) PDIP, Harun Masiku, untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP guna menghindari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Januari 2020.

Fakta ini terungkap dalam surat dakwaan terhadap Hasto yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (14/3/2025).

Jaksa menjelaskan bahwa Hasto memberikan perintah tersebut setelah mendapat informasi mengenai penangkapan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan.

Mengetahui hal itu, Hasto langsung menghubungi Nurhasan, penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No. 12A, yang kerap digunakan sebagai kantor oleh sang Sekjen, untuk menghubungi Harun Masiku.

Hasto pun memerintahkan agar Harun menenggelamkan ponselnya ke dalam air agar tidak dapat dilacak oleh tim penyelidik KPK. Selain itu, ia meminta Harun untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP agar tidak terendus oleh lembaga antirasuah.

"Pada sekitar pukul 18.19 WIB, Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK. Kemudian, Terdakwa (Hasto) melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," ungkap Jaksa.

Setelah itu, Jaksa mengungkapkan Nurhasan dan Harun bertemu di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, atas perintah Hasto. Keduanya kemudian menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun, pergerakan mereka terlacak oleh KPK melalui ponsel Nurhasan.

"Pada sekitar pukul 18.35 WIB, bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, Harun Masiku bertemu dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Terdakwa (Hasto) dan atas bantuan Nurhasan, pada jam 18.52 WIB, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. Selanjutnya, Petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan, yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)," papar Jaksa.

Jaksa juga menyebut bahwa pada saat yang sama, staf Hasto bernama Kusnadi terlihat berada di PTIK. Namun, KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.

"Pada saat bersamaan, Kusnadi selaku orang kepercayaan Terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian, Petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku," ucap Jaksa.

Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Hasto dengan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio.

Suap senilai Rp600 juta itu diberikan sebagai bagian dari kesepakatan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW).

Perbuatan Hasto tersebut, menurut Jaksa, merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sumber: inilah

Komentar