NARASIBARU.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berkoordinasi dengan penyidik untuk mengetahui alasan tidak dipanggilnya Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, saat proses penyidikan kasus Suap PAW KPU terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto kala itu.
Langkah ini untuk merespons fakta persidangan Hasto terkait eks caleg PDIP, Harun Masiku, yang mengintervensi Arief Budiman saat menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
"Tentunya berkoordinasi dengan penyidik apabila pertanyaannya mengapa pada saat proses penyidikan tidak dilakukan pemanggilan," kata Jubir KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/4/2025).
Tessa menjelaskan, ia perlu mengetahui keterangan penyidik secara utuh terkait alasan Harun menunjukkan foto Megawati sehingga keterangan itu dapat disampaikan kepada publik. "Saya perlu melihat dulu secara real untuk bisa memberikan tanggapan yang proper," ucapnya.
Dalam persidangan hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK mengungkapkan bahwa eks caleg PDIP, Harun Masiku, mengintervensi Arief Budiman ketika menjabat sebagai Ketua KPU agar mengabulkan permintaan agar dirinya lolos menjadi anggota DPR RI periode 2019–2024. Intervensi itu dilakukan oleh Harun dengan menunjukkan fotonya bersama Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri.
Awalnya, jaksa penuntut Wawan Yunarwanto mengonfirmasi Arief Budiman terkait pertemuannya dengan Harun di ruang kerja Arief di Kantor KPU RI. Arief dihadirkan sebagai saksi dalam sidang untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, terdakwa kasus dugaan suap PAW anggota DPR dan perintangan penyidikan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Jaksa kemudian membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Arief Budiman nomor 21, saat diperiksa kembali oleh penyidik KPK pada 15 Januari 2025. Dalam BAP tersebut, disebutkan bahwa Harun Masiku masuk ke ruang kerja Arief bersama seseorang yang tidak dikenal, tanpa undangan dan tanpa jadwal pertemuan yang ditentukan oleh pihak KPU.
Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar September 2019 itu, Harun meminta bantuan Arief agar dirinya dapat diloloskan sebagai anggota DPR melalui surat PDIP. "Selanjutnya saudara Harun Masiku dan rekannya memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk meminta tolong agar permohonan yang secara formal telah disampaikan PDIP melalui surat nomor 2576/X/DPP/VIII/2019 kepada KPU dapat dibantu untuk direalisasikan," kata jaksa membacakan.
Isi surat tersebut memuat permintaan agar KPU melaksanakan permohonan PDIP berdasarkan fatwa Mahkamah Agung (MA) yang menyatakan bahwa partai memiliki hak untuk menentukan kader terbaik dalam pengisian PAW kursi legislatif. Pada saat itu, Harun dimaksudkan untuk menggantikan Nazaruddin Kiemas yang telah meninggal dunia.
Setelah itu, menurut jaksa Wawan, Harun menunjukkan fotonya bersama Megawati dan mantan Ketua MA, Hatta Ali, sebagai bentuk intervensi agar Arief mengabulkan permintaan tersebut. "Foto-foto yang di dalamnya terdapat gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDI Perjuangan, dan gambar saudara Harun Masiku dengan saudara Muhammad Hatta Ali selaku Ketua Mahkamah Agung. Itu yang disampaikan ya?" tanya jaksa kepada Arief.
Arief membenarkan adanya pertemuan tersebut. Menurutnya, ruang kerjanya memang selalu terbuka bagi siapapun yang ingin menemuinya. Namun, Arief mengaku tidak mengetahui alasan Harun menunjukkan foto-foto tersebut. Ia menyatakan tidak merasa terintervensi dan tidak menyimpan foto-foto itu.
"Enggak tahu, Pak. Saya sih, ruangan saya kan selalu terbuka, dan saya bisa menerima siapa pun tamu-tamu yang datang, ya. Baik teman-teman dari daerah, teman-teman partai politik, anggota DPR, itu biasa saja masuk. Dan untuk hal-hal yang bersifat formal-formal begitu biasanya saya minta kirimkan saja suratnya secara resmi ke kantor," jelas Arief.
"Nah, kalau Pak Harun Masiku menunjukkan foto itu ya saya nggak tahu maksudnya apa. Tapi bagi saya kan biasa saja itu, saya juga tidak membawa, menerima, mengoleksi hal-hal yang semacam itu," sambungnya.
Dalam perkara ini, Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020. Ia juga disebut meminta stafnya, Kusnadi, untuk membuang ponsel saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.
Selain itu, Hasto didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui Agustiani Tio.
Menurut jaksa, suap itu diberikan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme PAW.
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sumber: inilah
Artikel Terkait
Amien Rais Desak Jokowi Segera Seret Pihak Yang Ragu Ijazahnya ke Pengadilan: Biar Top Markotop!
Barang Bukti Bisa Dihilangkan jika Dugaan Korupsi PT Pupuk Indonesia tak Segera KPK Usut
Tiga Pemasok 98 Kg Sabu Jaringan Internasional di Aceh Ditangkap Polisi
Dugaan Korupsi PT Pupuk Rp8,3 Triliun tak Kunjung Diusut, Terkesan Ada yang Mau Diselamatkan