NARASIBARU.COM, JAKARTA - Nama Kampung Bandan bukan hanya mencuat berkat stasiun kereta unik dengan rel dua tingkatnya, yang menjadi pemberhentian terakhir kereta Commuter Line dari arah Bekasi.
Lebih dari sekadar sebuah stasiun, Kampung Bandan mengandung kisah panjang yang terjalin dengan perkembangan Jakarta sebagai kota yang kaya sejarah.
Kampung Bandan telah mencatat namanya dalam sejarah Jakarta sejak masa kolonial Belanda. Sebagai bagian dari perkembangan kota, Kampung Bandan menyimpan banyak cerita dan warisan dari masa lalu. Nama ini menjadi bagian integral dari jejak sejarah Jakarta yang terus hidup.
Baca Juga: Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan Menggelar Rekonsiliasi Papua Pegunungan untuk Tanah Damai
Asal-usul Kampung Bandan menjadi sorotan dengan berbagai versi cerita. Ada yang menyebut bahwa nama Kampung Bandan berasal dari pulau Banda di Maluku.
Sementara versi lain menyebutkan bahwa kata "banda" diambil dari Bahasa Jawa yang berarti "ikatan". Interpretasi lain mengaitkannya dengan kata "pandan", mengacu pada pohon pandan yang dulunya tumbuh subur di kawasan ini.
Koloni VOC dan Dampaknya Terhadap Penduduk Batavia
Versi pertama cerita asal-usul Kampung Bandan mengaitkannya dengan pulau Banda di Maluku. Orang-orang dari Banda didatangkan pada masa kolonial Belanda sebagai budak untuk diperkerjakan di Batavia.
Menurut sejarawan Mohammad Iskandar, pada 1621, gelombang kedatangan orang Banda menciptakan perubahan signifikan dalam komposisi penduduk Batavia.
Baca Juga: Persebaya Surabaya Dihantam Pukulan Keras dari Komite Disiplin PSSI Didenda 220 Juta Rupiah
Awal abad ke-17 menyaksikan Jan Pieterszoon Coen, Gubernur Jenderal VOC, menaklukkan Jayakarta dan mengubah namanya menjadi Batavia. Di bawah kekuasaannya, Batavia berkembang sebagai pusat bisnis VOC dengan gaya arsitektur Eropa yang mencolok.
Dampaknya terasa pada peningkatan jumlah penduduk Batavia, termasuk kedatangan orang-orang dari berbagai wilayah, termasuk Banda.
Pembebasan Budak dan Pembentukan Kampung Bandan
VOC memberlakukan larangan transaksi budak, membebaskan orang-orang Banda yang sebelumnya diperlakukan sebagai budak. Mereka yang bebas ini kemudian menetap di kampung yang ditunjuk oleh VOC.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: porosjakarta.com
Artikel Terkait
Dedi Mulyadi Tanggapi Ultimatum Ormas Grib: Saya Tak akan Mendengarkan Ancaman dari Siapapun!
PSN Rempang Eco City yang Dibela Bahlil Resmi Batal, Rieke Diah Pitaloka: Jangan Ada Lagi yang Ngadi-ngadi!
Hercules Suruh Satpol PP Pasang Lagi Spanduk GRIB yang Dicopot, Netizen Geram: Pemerintah Takut Sama Preman!
Kesaksian Alumni UGM: Tahun 1985 Belum Ada Font Times New Roman