NARASIBARU.COM, GAMBIR - Mahfud Md, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), menerima sejumlah tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa, 9/1/2024.
Mahfud mengakui bahwa tokoh-tokoh tersebut meminta pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan menuntut pemilu tanpa kehadiran Jokowi.
"Permintaan dari mereka adalah pemakzulan Pak Jokowi dan pemilu tanpa Pak Jokowi," ujar Mahfud Md saat diwawancarai di kantornya.
Baca Juga: Ukraina-Rumania Bahas Kemitraan Strategis
Dalam pertemuan tersebut, Mahfud menjelaskan bahwa 22 tokoh dari Petisi 100, termasuk Faizal Asegaf, Marwan Batubara, Rahma Sarita, dan Letnan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto, menyampaikan aspirasi mereka.
Namun, Mahfud menegaskan bahwa urusan pemakzulan bukanlah kewenangan Menko Polhukam.
"Urusan pemakzulan sudah ada prosedur dan ditangani oleh parpol dan DPR, bukan Menko Polhukam," jelasnya.
Mahfud menyoroti bahwa proses pemakzulan presiden melibatkan langkah-langkah yang kompleks, termasuk usulan dari sepertiga anggota dewan dan persetujuan dua pertiga anggota dewan dalam sidang pleno.
Sementara itu, selain permintaan pemakzulan, Petisi 100 juga mengajukan aduan terkait praktik kecurangan dalam Pemilu 2024.
Mereka meminta Menko Polhukam untuk menanggapi aduan tersebut karena meragukan keselamatan kontestasi pemilu.
Baca Juga: Andre Taulany Ungkap Realita Uang Jajan Anaknya Kenzy Sehari Rp200 Ribu
Mahfud mengklarifikasi bahwa laporan terkait pemilu harus diproses oleh KPU, Bawaslu, dan DKPP.
Kemenko Polhukam hanya dapat meneruskan laporan atau aduan kepada instansi terkait.
"Menko Polhukam bukan penyelenggara Pemilu. Sesuai UUD, penyelenggara pemilu adalah KPU sebagai lembaga independen.
Artikel ini telah lebih dulu tayang di: porosjakarta.com
Artikel Terkait
Dedi Mulyadi Tanggapi Ultimatum Ormas Grib: Saya Tak akan Mendengarkan Ancaman dari Siapapun!
PSN Rempang Eco City yang Dibela Bahlil Resmi Batal, Rieke Diah Pitaloka: Jangan Ada Lagi yang Ngadi-ngadi!
Hercules Suruh Satpol PP Pasang Lagi Spanduk GRIB yang Dicopot, Netizen Geram: Pemerintah Takut Sama Preman!
Kesaksian Alumni UGM: Tahun 1985 Belum Ada Font Times New Roman