Skandal Airlangga Hartarto: Sorotan Harta Fantastis, Jejak Isu Perselingkuhan dan Kasus Minyak Goreng

- Rabu, 16 April 2025 | 07:40 WIB
Skandal Airlangga Hartarto: Sorotan Harta Fantastis, Jejak Isu Perselingkuhan dan Kasus Minyak Goreng


NARASIBARU.COM - 
Sorotan publik terhadap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, kian tajam.

Bukan hanya karena kekayaannya yang tembus Rp411,7 miliar, tapi juga dugaan isu perselingkuhan dan keterlibatannya dalam skandal ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan kelangkaan minyak goreng.

Dalam sebuah video yang beredar, Ary Bakri alias Ariyanto menyebut seorang tokoh Partai Golkar yang diduga pernah terlibat perselingkuhan.

Walau tak menyebut nama secara eksplisit, publik menafsirkan arah pernyataan itu merujuk pada kasus lama antara Airlangga Hartarto dan Rifa Handayani yang pernah dilaporkan ke Mabes Polri.

Harta Rp411 Miliar Lebih: Transparan atau Masih Abu-abu?


Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Maret 2024 mencatat kekayaan Airlangga mencapai Rp411.677.681.844.

Jumlah ini menjadikannya salah satu menteri terkaya di Kabinet Indonesia Maju 2024–2029.

Aset tersebut terdiri atas:

  • Tanah dan bangunan: Rp107,89 miliar
  • Kas dan setara kas: Rp305,84 miliar
  • Surat berharga: Rp56,43 miliar

Di tengah desakan publik untuk transparansi, muncul pertanyaan: Dari mana sumber kekayaan fantastis Airlangga? Dan mengapa belum ada upaya serius menelisik asal-usulnya?

Bayang-Bayang Skandal CPO: Peran Airlangga di Balik Kebijakan Sawit


Nama Airlangga juga mencuat dalam proses hukum kasus dugaan korupsi ekspor minyak sawit.

Ia disebut-sebut berperan dalam pengambilan kebijakan yang berujung pada kerugian negara dan kelangkaan minyak goreng nasional.

Salah satu saksi kunci, Lin Che Wei, merupakan ekonom dan anggota Tim Asistensi Kemenko Perekonomian yang mengaku kerap berkomunikasi dengan Airlangga dalam pengambilan kebijakan.

Mulai dari penghitungan kebutuhan dana hingga distribusi minyak goreng nasional.

Pada awal 2022, Airlangga disebut memimpin rapat Komite Pengarah BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) bersama para pengusaha besar sawit, seperti Franky Widjaja (Sinar Mas), Martua Sitorus (Wilmar), hingga Arif Rahmat (Triputra).

Dari forum inilah muncul rencana penyaluran subsidi Rp7 triliun dari dana BPDPKS untuk distribusi minyak goreng.

Namun dalam praktiknya, aturan ekspor berganti-ganti—dari Peraturan Menteri Perdagangan No.1, No.2, hingga No.8 Tahun 2022—yang justru memperparah kelangkaan minyak goreng.

Dugaan penyalahgunaan wewenang pun menyeruak.

Jaksa: Kebijakan Airlangga Untungkan Konglomerat Sawit


Kejaksaan Agung menyelidiki dugaan bahwa kebijakan yang diambil Airlangga dan mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi lebih menguntungkan pengusaha daripada rakyat.

Lin Che Wei disebut menjadi penghubung antara para konglomerat sawit dengan Airlangga dan Lutfi dalam penyusunan skema Domestic Market Obligation (DMO).

Meskipun hingga kini jaksa belum menemukan bukti Airlangga menerima keuntungan pribadi, peran strategisnya dalam penentuan kebijakan dan alokasi dana BPDPKS tetap disorot tajam. Kerugian negara dari penyimpangan ini ditaksir mencapai triliunan rupiah.

Perselingkuhan dan Etika Kepemimpinan


Isu lama soal hubungan gelap Airlangga dengan Rifa Handayani kembali mencuat.

Meski tak dibuka secara gamblang dalam pengakuan Ary Bakri, sinyal-sinyal yang diungkap cukup mengarahkan publik untuk kembali mempertanyakan integritas moral Airlangga di tengah posisinya sebagai pejabat publik.

Desakan Transparansi: Audit Harta dan Penyelidikan Lanjutan


Gelombang kritik kini mengarah pada dua hal:

  1. Audit kekayaan Airlangga secara forensik oleh lembaga independen.
  2. Pemeriksaan peran Airlangga dalam kasus CPO secara menyeluruh, termasuk hubungan politis dan ekonomisnya dengan elite sawit.

Jika pemerintah dan aparat penegak hukum serius dalam agenda reformasi dan pemberantasan korupsi, maka kasus Airlangga Hartarto harus menjadi preseden penting dalam penegakan akuntabilitas pejabat tinggi negara.***

Sumber: porosjakarta

Komentar