Ankara: Turki tampaknya menuju pemilihan presiden putaran kedua setelah Recep Tayyip Erdogan maupun saingannya Kemal Kilicdaroglu melewati ambang batas untuk menang langsung pada Minggu. Pemilu Turki kali ini dilihat sebagai vonis atas pemerintahan 20 tahun Erdogan dan jalur yang semakin otoriter.
Dengan hampir 94 persen kotak suara dihitung, kedua belah pihak mengklaim unggul dan menentang angka tersebut, memperingatkan terhadap kesimpulan prematur di negara yang sangat terpolarisasi.
Baca: Tingkat Keikutsertaan Tinggi, Warga Turki Beramai-ramai Datang ke TPS.
Jajak pendapat sebelum pemilihan menunjukkan persaingan yang sangat ketat tetapi membuat Kilicdaroglu, yang memimpin aliansi enam partai, unggul tipis. Dua jajak pendapat pada Jumat 13 Mei 2023 bahkan menunjukkan dia di atas ambang 50 persen.
Pemilihan presiden tidak hanya akan memutuskan siapa yang memimpin Turki, negara anggota NATO berpenduduk 85 juta jiwa, tetapi juga apakah akan kembali ke jalur demokrasi yang lebih sekuler; bagaimana ia akan menangani krisis biaya hidup yang parah; dan mengelola hubungan kunci dengan Rusia, Timur Tengah dan Barat.
Menurut kantor berita milik negara Anadolu, dengan 94 persen kotak suara dihitung, Erdogan memimpin dengan 49,56 persen dan Kilicdaroglu dengan 44,71 persen.
Oposisi menyarankan hasil diterbitkan dalam urutan yang secara artifisial meningkatkan penghitungan Erdogan.
Seorang pejabat senior dari aliansi oposisi berkata: “tampaknya tidak akan ada pemenang di putaran pertama. Tapi, data kami menunjukkan Kilicdaroglu akan memimpin.”
Pejabat oposisi senior lainnya mengatakan bahwa partai Erdogan mengajukan keberatan terhadap pemungutan suara, menunda hasil penuh.
"Sejauh ini mereka melakukan segala daya mereka untuk menunda proses," katanya, seperti dikutip The New York Times, Senin 15 Mei 2023.
Di Ankara pendukung kedua belah pihak merayakannya.
Kerumunan di luar markas Partai AK Erdogan (AK Party) mengangkat poster Erdogan saat mereka menyanyikan lagu dan menari.
“Saya sudah di sini sejak siang untuk merayakan kemenangan kami. Ini hari kita,” kata Davut, 25, mengibarkan bendera Erdogan.
Sedangkan sekitar seribu orang berkumpul di markas partai CHP Kilicdaroglu, mengibarkan bendera pendiri Turki Mustafa Kemal Ataturk dan memainkan drum.
Baca: Pertama dalam 20 Tahun, Erdogan Tertinggal dalam Jajak Pendapat Pemilu Turki.
Pemilihan presiden dan parlemen berlangsung tiga bulan setelah gempa bumi dahsyat yang menewaskan lebih dari 50.000 orang di Turki selatan, dan dalam banyak hal merupakan referendum tentang dua dekade Erdogan sebagai politisi dominan negara itu. Dia menghadapi pertarungan yang sangat ketat, sebagian besar karena kemarahan pada keadaan ekonomi dan kekhawatiran di antara banyak pemilih bahwa dia telah mendorong negara ke arah pemerintahan satu orang.
Bahkan ketika Erdogan memanfaatkan sumber daya negara dalam upaya untuk memiringkan kontes, jajak pendapat pra-pemilihan menunjukkan sedikit keunggulan untuk Kilicdaroglu, yang mewakili koalisi enam partai oposisi dan telah berjanji untuk menopang ekonomi dan memulihkan demokrasi Turki.
Kilicdaroglu, 74, pemimpin partai oposisi terbesar Turki, telah berjanji untuk meningkatkan hubungan dengan Barat jika dia terpilih dan membuat kebijakan lebih bersifat institusional dan tidak terlalu personal.
Tetapi partainya telah kehilangan kekuasaan begitu lama sehingga sejarahnya hanya memberikan sedikit petunjuk tentang bagaimana partai itu akan memerintah sekarang. Masa lalu Kilicdaroglu juga tidak mendukung: Dia adalah pensiunan pegawai negeri yang menjalankan administrasi jaminan sosial Turki.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun Google News NARASIBARU.COM
Sumber: medcom.id
Artikel Terkait
Wapres Masih Bau Kencur, Rocky Gerung: Gibran Tak Mampu Hadapi Kompleksitas Politik Global
Di Hadapan Bobby Nasution, Pimpinan KPK: Uang Hasil Korupsi itu Haram
VIRAL Pantun Wisudawan Terbaik Doktor UGM Disorot di Tengah Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi
AS Kehilangan Jet Tempur Seharga Rp1 Triliun di Laut Merah