Ekonom Senior Faisal Basri: Kekayaan Alam Dikuasai Oligarki, Pribumi Terpinggirkan!

- Rabu, 17 Mei 2023 | 00:40 WIB
Ekonom Senior Faisal Basri: Kekayaan Alam Dikuasai Oligarki, Pribumi Terpinggirkan!



IndonesiaToday.ID - Ekonom Senior, Faisal Basri menyebut adanya pergeseran monopoli ekonomi era Orde Baru (Orba) ke Reformasi. Dulu konglomerasi kini berubah menjadi oligarki.


Hal itu disampaikan Faisal dalam diskusi daring yang diinisiasi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia bertajuk Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi di Jakarta, Selasa (16/5/2023).


“Sekarang kita lihat, konglomerasi berubah bentuk menjadi oligarki. Karena sentimen anti China. Nah, sekarang giliran pribumi dong,” kata Faisal.


Selain itu, lanjut Faisal, ketika Soeharto (Orba) berkuasa, konglomerat tidak bisa menguasai kekayaan alam. Saat ini, kondisinya berbalik seratus delapan puluh derajat. 


“Waktu itu (Orba), konglomerat tidak menguasai sumber daya alam, seperti sekarang. Sumber daya alam tetap dikuasai negara. Jadi, tidak seperti saat ini,” kata Faisal.


Ambil contoh Pertamina, di zaman dulu (Orba), kepemilikannya dikuasai negara. 


Industri migas pelat merah ini, berfungsi sebagai operator maupun regulator. Sehingga wajar bila kontribusi Pertamina terhadap penerimaan negara, sangat signifikan.


Ketika sumber daya alam masih dalam genggaman negara, peluang memberikan kontribusi superjumbo, masih terbuka. 


“Sumbangan pajak Pertamina, bisa 60-70 persen. Ditambah preman pajak, dulu masih rendah,” kata dia.


Namun, kejadian itu hanya tinggal sejarah. Karena, sejumlah anak usaha Pertamina berencana masuk ke lantai bursa. 


Contoh lain adalah kekayaan alam berupa batu bara yang tidak memberikan kontribusi besar terhadap keuangan negara.


“Tahun lalu, ekspor batu bara kita mencapai Rp850 triliun. Namun pemerintah tidak kebagian banyak. Karena tak mengambil pajak ekspor, sehingga tidak ada windfall,” ungkapnya.


Dia mengatakan, 25 tahun bergulirnya reformasi, salah satu desakan yang mengemuka adalah implementasi otonomi daerah (otda). Kala itu, tingkat kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa, sangat besar.


“Setelah 25 tahun reformasi, Jawa pun masih mendominasi. Bahkan lebih buruk dibandingkan sebelum reformasi. Artinya ini mundur,” kata Faisal.


Faisal juga menyebut tingkat kesenjangan ekonomi saat ini, semakin menjulang. 


Kelompok kaya di Indonesia yang hanya 1 persen dari total jumlah penduduk, mampu mengusaha 40 persen kekayaan alam.


25 Tahun Reformasi, Faisal: Ekonomi Jokowi Kalah Jauh Ketimbang Soeharto



Ekonom senior Universitas Indonesia (UI), Faisal Basri menilai, penyaluran kredit perbankan di Indonesia selama 25 tahun reformasi, lebih buruk ketimbang era Soeharto.


Hal ini berdampak kepada rendahnya pertumbuhan ekonomi di era formasi. 


Lantaran itu tadi, keberpihakan perbankan nasional terhadap bertumbuhan sektor usaha, melalui kredit, justru terjun bebas.


“Yang jelas yang semakin buruk. Sebelum dan setelah reformasi penanganan (penyaluran kredit) bank kita,” kata Faisal dalam diskusi media Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia bertajuk Refleksi 25 Tahun Reformasi dalam Perspektif Ekonomi dan Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Selasa (16/5/2023).


Faisal menerangkan, sepanjang 25 tahun reformasi, penyaluran kredit perbankan nasional berkutat di level 40 persen. 


Jauh di bawah era Orde Baru (Orba) atau Soeharto yang menembus 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). 


“Kredit itu darahnya ekonomi.  Makanya pertumbuhan ekonomi turun terus dari 8 (persen) ke 7, (turun lagi) ke 6. Bahkan, era Jokowi pertama itu (pertumbuhan ekonomi) 5. Lalu, periode kedua (Jokowi) paling tinggi hanya 4,5 (persen). Dengan mengenyampingkan pandemi COVID-19, ya,” jelas Faisal.


Dia menambahkan, ketika pertumbuhan ekonomi kian menurun maka industrialisasi ikut merosot. 


“Jadi sektor industri kita tinggal 18,3 persen dari PDB. Padahal pernah 31 persen pada 2002,” ungkap Faisal.


Satu hal yang membuat ekonom sekelas Faisal Basri bingung adalah turunnya angka harapan hidup di Indonesia padahal infrastruktur bertumbuh pesat. 


“Yang saya kaget adalah, saya belum ingat datanya, makin ke sini, manusia semakin tidak berarti. Jadi, yang tumbuh itu infrastruktur, manusianya enggak,” ujar dia


Faisal menyebutkan, saat ini, angka harapan hidup di turun menjadi 67 tahun. Jauh di bawah 2019 yang mencapai 70 tahun. 


"Untuk kawasan ASEAN, angka harapan hidup Indonesia cuma lebih tinggi dari Myanmar,” tutup Faisal. [IndonesiaToday/Inilah]

Sumber: inilah.com

Komentar