Batalkan Poeger, Kembali Angkat Rahmat Pewaris Takhta

- Rabu, 17 Mei 2023 | 08:00 WIB
Batalkan Poeger, Kembali Angkat Rahmat Pewaris Takhta

RADAR JOGJA – Raden Mas (RM) Rahmat menjalani pengasingan di Hutan Lipura. Statusnya sebagai putra mahkota telah dicopot. Kesempatannya menjadi penerus takhta Mataram untuk sementara waktu hilang. Dia belum bisa menerima keadaan atas hukuman ayahnya terhadap kakeknya Pangeran Pekik. Putra Susuhunan Amangkurat I dengan Ratu Pembayun dari Surabaya menghabiskan hari-harinya di Hutan Lipura.

Hutan Lipura punya catatan tersendiri bagi raja-raja Mataram. Di hutan itu pendiri Mataram Panembahan Senopati pernah bermunajat. Dia ingin membangun istana di Hutan Lipura. Tempat permunajatan Senopati itu berupa belik atau danau. Saat ibu kota Mataram berpusat di Surakarta, Susuhunan Paku Buwono (PB) II memerintahkan danau itu diurug. Kemudian menjadi daratan. Peristiwanya terjadi pada 1746.

Selanjutnya, didirikan bangunan untuk melestarikan tempat meditasi Senopati. Bangunan itu oleh Paku Buwono II diberi nama Patilasan Pasujudan Gilanglipura. Gilang artinya batu. Sedangkan lipura maknanya pelipur lara.

Awalnya batu gilang tempat Senopati salat dan zikir berada di tengah telaga di tengah hutan tanpa atap. Atas inisiatif Paku Buwono II tempat turunnya wahyu dan cikal bakal Kerajaan Mataram Islam dipugar dan dimuliakan. Telaga tersebut ditutup. Batu gilang tersebut dibuatkan dudukan dan cungkup.

Kini orang juga biasa menyebut lokasi tersebut dengan nama Petilasan Watu Gilanglipura. Kini berada di Desa Gilangharjo, Pandak, Bantul. Watu Gilang merupakan tempat pelipur lara Senopati saat ditinggal ayahnya Ki Ageng Pemanahan.

Saat bermunajat itulah Senopati mendapatkan ilham Lintang Johar. Senopati memperoleh wahyu untuk mendirikan Keraton Mataram Islam. Awalnya ibu kota negara (IKN) Mataram bakal dibangun di sana. Tapi atas nasihat Ki Juru Mertani, rencana itu berubah.

Dalam kacamata geopolitik Ki Juru Mertani, lokasinya dinilai kurang tepat. Pertimbangannya pusat pemerintahan Mataram terlalu dekat dengan Perdikan yang dipimpin Ki Ageng Mangir Wanabaya. Awal Senopati bertakhta, Mangir menjadi oposisi Mataram. Menolak tunduk di bawah Mataram. Atas saran Ki Juru Mertani, IKN Mataram akhirnya dibangun di Kotagede. Tempat tinggal ayah Senopati saat hijrah dari Pajang ke Hutan Mentaok.

Dengan dicopotnya kedudukan Rahmat, status putra mahkota Mataram menjadi komplang  alias lowong. Tak butuh waktu lama, Amangkurat I langsung berpaling kepada adik Rahamt beda ibu. Namanya RM Drajad. Dia telah diwisuda menjadi Pangeran Poeger.

Sama seperti Tejaningrat, nama Rahmat setelah dewasa, Poeger juga anak dari permaisuri Amangkurat I. Ibunya bernama Raden Ayu Wiratsari, putri Panembahan Rama dari Kajoran, Klaten. Silsilah leluhur Poeger berasal dari Tembayat, Klaten. Tempat Sunan Pandanaran, salah satu wali terkemuka di zaman Kerajaan Pajang. Poeger juga punya darah dari Ki Ageng Giring. Ada darah dari Pangeran Purbaya.

Wiratsari semula berkedudukan sebagai Ratu Kulon. Dalam perjalanan waktu, posisi putri kelahiran Semarang itu digeser. Dia menjadi Ratu Wetan. Kini dengan diangkatnya Poeger, Ratu Wetan kembali ke kursi lamanya. Dia balik menjadi Ratu Kulon. Permaisuri utama raja.

Pengangkatan Poeger sebagai calon pewaris takhta Mataram itu disambut sukacita para pendukungnya. Khususnya dari ulama-ulama Tembayat. Kans trah Tembayat dan Giring berkuasa di Mataram terbuka luas. Berbagai ucapan selama diterima Poeger. Di kediamannya banyak terpampang karangan bunga.

Pengirimnya dari lingkungan pejabat, pengusaha dan kawan-kawan sekolah Poeger. Ndalem Poegeran tampak ramai. Namun di sisi lain, kelompok Tembayat juga sibuk menggelar pertemuan. Mereka membahas skenario pascapengangkatan Poeger sebagai putra mahkota sebelum nantinya berkuasa di Mataram.

Pertemuan politik itu rupanya diketahui istana. Amangkurat I menilai tidak pada tempatnya suksesi dibahas saat dirinya masih sehat dan segar bugar. Kelompok Tembayat dianggap nggege mangsa. Terlampau kebelet. Tak dapat menahan syahwat berkuasa.

Amangkurat I curiga. Berdasarkan jejak rekamnya Tembayat tak pernah akur dengan Mataram. Sejak ayahnya, Sultan Agung berkuasa, ulama-ulama Tembayat selalu bersikap kritis. Bahkan Amangkurat I pernah menindak mereka. Gara-garanya bersekongkol dengan Pangeran Alit hendak mengadakan kudeta. Pangeran Alit adalah adik kandung Amangkurat I.

Trauma dengan pengalaman itu, Amangkurat I akhirnya membatalkan pengangkatan Pangeran Poeger. Dia merehabilitasi dan mengangkat ulang Rahmat. Untuk kali kedua pangeran trah Surabaya menjadi calon penerus takhta. Bongkar pasang putra mahkota pun terjadi. (kus/laz)

Sumber: radarjogja.jawapos.com

Komentar