TRIBUNLOMBOK.COM, JAKARTA - Kader Partai Golkar Indra J Piliang mengungkapkan, situasi kebatinan kader Golkar saat ini resah karena Partai Beringin tidak kunjung menentukan sikap terkait siapa Capres atau Cawapres yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Kejelasan Capres dan Cawapres yang akan diusung, menurut Indra, akan ikut menentukan semangat kader Golkar dalam mengikuti pertarungan Pileg.
Baca juga: Peneliti Litbang Kompas: Beban Elektoral Ada di Capres Bukan Cawapres
"Ini adalah masa injury time. Tinggal 8 bulan menuju Pemilu itu sangat singkat dan saat ini belum muncul keputusan siapa Capres yang akan diusung Partai Golkar. Yang artinya apabila keputusan Capres tidak muncul, saya kira akan menimbulkan kegelisahan, keresahan, di tingkat kader yang tentu akan merugikan Partai Golkar sendiri," ungkap Indra dalam diskusi bertajuk "Ruang dan Peluang Partai Golkar pada Pileg dan Pilpres 2024� di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Menurut dia, Pileg dan Pilpres 2024 yang digelar bersamaan mengandaikan partai juga memiliki jagoan Capres-Cawapres.
Maka dengan tidak adanya kejelasan Capres dan Cawapres yang akan diusung Partai Golkar, akan berdampak sangat buruk pada keterpilihan Partai Golkar untuk kursi legislatif.
"Di daerah yang katakanlah kursinya sedikit, lalu tidak ada Capres dan Cawapres Golkar maka dia akan ketinggalan. Ini soal yang amat serius hari ini. Karena soal efek ekor jas itu," katanya.
Dia mendorong DPP Golkar segera bersikap untuk menentukan siapa Capres yang akan diusung.
"Kepastian ini akan membuat kader juga tenang, karena sudah bisa mulai melakukan konsolidasi lebih terarah untuk memenangi kursi legislatif nanti," kata mantan Peneliti CSIS tersebut.
Sementara itu, kader muda Partai Golkar lainnya Rudolfus Jack Paskalis mengatakan bahwa Partai Golkar harus realistis untuk tidak memaksakan Capres Golkar jika elektabilitasnya masih rendah. "Jangan paksakan diri juga. Harus realistis," kata Jack.
Menurut dia, langkah taktis strategis yang sebaiknya dilakukan Partai Golkar saat ini adalah memilih kader Partai Golkar yang potensial karena punya elektabilitas tinggi.
Dia meminta momentum yang tersisa ini harus ada keputusan ke mana Golkar akan menaruh dukungannya dan majukan kader yang potensial sebagai Capres atau Cawapres.
Golkar juga, lanjut dia, jangan terjebak pada gimmick politik semata yang terlalu pragmatis tetapi tidak memberi warna konkret pada upaya membela kepentingan rakyat yang lebih besar.
"Kami tumbuh dan besar di partai ini tidak ingin Partai Golkar hanya menjadi penggembira tetapi harus ikut menentukan ke mana arah masa depan bangsa ini berjalan. Dan itu dimulai dari momentum Pemilu kali ini, Golkar harus sudah bersikap siapa Capres dan Cawapres yang akan diusung," pungkas Jack.
Posisi Golkar di Pilpres dan Pileg 2024, memang seksi. Bahkan, Direktur Eksekutif Political and Public Poicy Studies (P3S) Jerry Massie meyakini, dukungan Presiden Jokowi kepada salah satu Capres, baik itu Ganjar Pranowo atau Prabowo Subianto, masih harus menunggu sikap atau arah koalisi dari Partai Golkar.
"Kalau Golkar dukung Prabowo, maka 99 persen Jokowi gabung koalisi Gerindra, Golkar, dan PKB. Itu kuncinya," kata Jerry kepada wartawan, Jumat (26/5/2023).
Jerry menduga, saat ini Jokowi sedang melakukan manuver politik melalui sang putra, Gibran Rakabuming Raka.
"Jokowi bermanuver lewat barisan relawannya. Manuver jadi ajang untuk memastikan ke mana arah dukungan Jokowi pada Capres di Pemilu 2024," kata dia.
Jerry mengatakan, manuver tersebut sudah terlihat dari dukungan relawan yang diberikan kepada bakal Capres Prabowo Subianto di Solo, Jawa Tengah beberapa waktu lalu. Bahkan, kala itu Prabowo juga didampingi Gibran, yang membuat Gibran harus dipanggil DPP PDIP untuk diminta klarifikasi.
"Manuver itu akan berdampak buruk bagi PDIP tentunya jika relawan Jokowi berbalik haluan mendukung Prabowo," kata Jerry.
Selain berisiko terhadap PDIP, menurutnya, manuver ini juga bisa berisiko terhadap Gibran, meskipun Gibran tidak disanksi oleh DPP PDIP.
Bicara Pertahanan
Sementara itu Waketum Partai Gerindra, Habiburokhman membocorkan isi pembicaraan Presiden Jokowi dan Menteri Pertahanan RI sekaligus Ketum Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor, Jawa Barat pada Kamis (25/5/2023).
Dia menjelaskan bahwa Prabowo dipanggil Jokowi dalam kapasitasnya sebagai Menhan. Dengan begitu, topik yang dibicarakan pun masih seputar urusan kedinasan yang tidak bisa dibeberkan ke publik.
"Pak Prabowo dipanggil Pak Jokowi selaku Menhan. Ini Menhan dipanggil Pak Presiden, tentu yang dibahas soal pekerjaan, soal urusan-urusan kedinasan yang secara detail kita tidak semuanya bisa dipublikasikan," kata Habiburokhman, Jumat (26/5/2023).
Pasalnya, anggota Komisi III DPR RI itu menyebut tidak mendapatkan informasi yang rinci mengenai isi pembicaraan seputar Kemenhan RI yang dibahas Jokowi dan Prabowo di Istana.
"Kami sendiri kalau soal Kemenhan itu kami tidak cawe-cawe isi pembicaraan Pak Prabowo dan Pak Jokowi," jelasnya.
Di sisi lain, Habiburokhman juga tidak mengetahui apakah ada pembicaraan seputar politik dalam pertemuan Jokowi dan Prabowo. Termasuk, omongan mengenai Capres maupun Cawapres pada 2024 mendatang.
"Saya tidak tahu persis apakah ada pembahasan soal Capres Cawapres soal Pemilu. Soal Pak Ganjar dan lain sebagainya kita tidak diinformasikan," katanya.
Namun secara logika, kata dia, pertemuan tersebut kemungkinan kecil membicarakan politik. Sebab, pertemuan itu hanya seputar kedinasan Prabowo sebagai pambantu Jokowi di kabinet.
"Jadi itu tadi, logikanya kalau pertemuan ini soal dinas secara logisnya tidak ada pembicaraan hal-hal di luar kedinasan," pungkasnya.
Sebelumnya, Mensesneg Pratikno menilai, hal yang wajar Presiden Jokowi melakukan pertemuan dengan Menhan sekaligus Ketum Gerindra Prabowo Subianto di Istana Bogor, Kamis (25/5/2023).
Mulanya, Pratikno mengatakan dirinya tidak tahu apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu karena tidak mendampingi Presiden Jokowi.
"Tapi kalau bertemu antara Presiden dengan menterinya kan biasa," kata Pratikno.
Pratikno mengatakan, tidak membaca jadwal Presiden Jokowi. Namun dia tetap menilai pertemuan Presiden Jokowi dan Prabowo adalah hal yang wajar. "Ya menurut saya wajar-wajar saja presiden bertemu, dan pak presiden memanggil menterinya kan biasa saja," pungkasnya. (tribun network)
Sumber: lombok.tribunnews.com
Artikel Terkait
MK Batasi Makna Kerusuhan pada UU ITE, Kritik di Dunia Maya Tak Bisa Dipidana
Heboh! Dandim Sowan ke Kediaman Hercules, Warganet: Gimana TNI Mau Berwibawa?
KPK Panggil Sri Muliani di Kasus Suap Harun Masiku
Ungkap 3 Pintu Masuk Pemakzulan Gibran, Zainal Arifin: Ijazah hingga Fufufafa