'Tidak Mau Menipu Rakyat dan Menjadi Bumper Rezim, Mestinya Sri Mulyani Mundur dari Menkeu!'
Oleh: Heru Subagia
(Pengamat Politik dan Ekonomi)
Jauh-jauh hari sudah memprediksi akan terjadi kegaduhan dan guncangan dahsyat dari berbagai arah dan langsung menusuk jantung pemerintahan Prabowo-Gibran.
Salah satu prahara tersebut adalah mundurnya satu atau lebih menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Gempa politik tersebut dipicu oleh berbagai kompleksitas persilangan kepentingan dan pemahaman baik antar elite partai pendukung dan hubungan vertikal Presiden dengan Menteri-menterinya.
Carut marut ekonomi dan politik mulai terakumulasi dan sekaligus berbenturan di Bulan Maret 2025.
Masalah paling krusial saat ini adalah ketiadaan uang tunai atau fresh money. Inilah puncak resesi yang kemudian terakumulasi menjadi krisis ekonomi.
Menolak Indonesia Gelap
Selama ini Pemerintah Prabowo-Gibran selalu menolak untuk menerima kritikan dan bahkan masukan bahwa kondisi makro serta mikro ekonomi Indonesia sedang sekarat, nyaris lumpuh.
Bahkan dikatakan jika benar adanya Indonesia sedang berada dalam fase gelap gulita, secara utuh dan menyeluruh.
Melibatkan semua katagori strata sosial, cakupannya bukan hanya ekonomi namun sudah mencakup wilayah politik, hukum, budaya, dan bahkan kepercayaan.
Kepercayaan publik terhadap pemerintah sudah hancur total. Masyarakat justru setiap harinya mendapatkan informasi yang terus mendistorsi dan mendegradasi kepercayaan masyarakat.
Dari berbagai isu mulai pagar laut, oplosan BBM dan terakhir pemalsuan minyak kita.
Inilah potret terbaru dan nyata bahwa pemerintah tidak tegas, tidak punya nyali bagian condong melakukan penipuan berulang-ulang untuk menutupi Dosa-dosa sebelumnya.
Pada akhirnya secara keseluruhan masyarakat sudah apriori terhadap produk dan kebijakan pemerintah.
Kondisi Indonesia diperparah oleh ketidakpercayaan investor terhadap kinerja dan juga keputusan kebijakan pemerintah.
Faktanya menunjukkan kebijakan strategis seperti pembentukan Danantara dan Bank Emas justru direspons negatif.
Bursa saham Indonesia rontok, saham BUMN terjun bebas dan terjadi aliran uang asing keluar Indonesia.
Secara signifikan , buruknya indikator ekonomi Indonesia menjadikan nilai tukar menyentuh pada titik level terendah selama 25 tahun terakhir. Rupiah nyaris terpeleset ke Rp 16.600. Demi menjaga stabilitas moneter, hingga Bank Indonesia harus menggelontorkan cadangan devisa triliunan rupiah untuk menekan laju dollar semakin perkasa.
Pemerintah Bungkam
Faktanya keterpurukan ekonomi masih juga belum diakui oleh Pemerintah Prabowo-Gibran. Sudah jelas di depan mata Indonesia nyata-nyata sudah masuk dalam jurang kehancuran fiskal cdan moneter.
Indikatornya sangat jelas, terjadinya penurunan daya beli masyarakat secara agregat, deflasi 2 bulan berturut-turut di awal tahun 2025, terjadinya pembengkakan defisit anggaran dan kewajiban bayar hutang luar negeri yang akan jatuh tempo.
Indonesia sedang menyimpan bom waktu, kehancuran ekonomi dan akan memperluas vektornya hingga kekawatiran Krisis 1998 bakalan terulang kembali.
Tanda-tanda Pemerintah untuk transparan dan berani menyatakan kondisi riil yang terjadi justru semakin memperburuk situasi.
Seperti diketahui, Pemerintah belum menyampaikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025. Bungkam seribu bahasa, tak kunjung dilakukan Pemerintah melalui Menteri Ekonomi Sri Mulyani. Semestinys, paparan itu dilakukan pada bulan Februari yang lalu.
Sebagai referensi terakhir Sri Mulyani memaparkan kinerja APBN pada 6 Januari 2025 untuk periode Desember 2024 (kaleidoskop APBN 2024).
Melindungi Rezim
Laporan kinerja APBN atau rilis APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) selama sudah menjadi tradisi disampaikan dua-tiga pekan setelah akhir bulan terkait.
Dalam eksposur tersebut termuat berbagai isu keuangan negara dan tata kelola beserta hambatan dan tantangannya.
Nota laporan kinerja APBN dibuat oleh Kemenkeu secara bulanan dalam bentuk tertulis. Laporan tersebut disebut ”Buku APBN KiTa”.
Seperti tradisi, dalam setiap konferensi pers APBN KiTa, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan seluruh direktur jenderal Kemenkeu biasanya akan memaparkan perkembangan kondisi ekonomi dan keuangan negara.
Cakupan isu tersebut mencakup kinerja penerimaan pajak dan non pajak, belanja atau pengeluaran negara, utang pemerintah, hingga merespons berbagai isu ekonomi terkini.
Sepertinya Sri Mulyani sedang berada dalam pertempuran batin dan rasio, sedang berfikir jernih dan rasional serta berfikir sangat keras memaparkan dan menjelaskan kinerjanya APBN selama 2-3 bulan berjalan, antara fakta, realitas dan tantangan beserta hambatan.
Yang lebih mendalam adalah bagaimana Sri Mulyani harus berani jujur untuk menyampaikan kinerjanya dihadapkan masyarakat dan atau juga harus menyatakan kebohongan yang harus ditutupi untuk membela atau melindung majikannya dalam hal ini adalah Presiden Prabowo.
Terpaksa Bersuara
Desakan berbagai pihak dan juga kecurigaan yang terus bergulir akhirnya pemerintah berjanji untuk segera melakukan pelaporan.
Kementerian Keuangan menjadwalkan konferensi pers untuk mempublikasikan laporan realisasi APBN untuk periode Januari 2025 di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis.
Konferensi pers APBN KiTa (Kinerja dan Fakta) iakan langsung dipimpin langsung oleh Menkeu Sri Mulyani.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan memaparkan kinerja APBN, Kamis (13/3/2025). Sri Mulyani akan memaparkan sekaligus kinerja APBN Januari dan Februari.
Hal ini diungkapkan Sri Mulyani usai melakukan pertemuan dengan Presiden Prabowo Subianto di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, sore ini, Rabu (12/3/2025).
Pendapatan Negara Tekor
Seperti diketahui jika APBN KiTa merupakan publikasi bulanan mengenai realisasi APBN yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan.
Publikasi itu bertujuan untuk menginformasikan masyarakat mengenai kinerja pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi fiskal.
Fakta menarik adalah ketika Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diketahui belum menerbitkan data kinerja APBN Januari 2025.
Padahal kunci kondisi ekonomi menyeluruh ada dalam laporan tersebut. Pentingnya laporan keuangan rutin dibutuhkan untuk mengetahui detail dari penerimaan pajak, bea cukai, penerimaan maupun belanja negara.
Namun demikian, Data pelaporan tersebut seharusnya diterbitkan pada Februari 2025.
Diprediksi jika pemerintah sangat ketakutan untuk membuka data pelaporan kinerja ekonomi tersebut.
Sedikit bocoran informasi, jika penerimaan pajak di bulan Januari 2025 jebol dianggka mengerikan.
Dikutip dari berbagai sumber, menyebutkan data penerimaan pajak Januari 2025 anjlok menjadi Rp88,89 triliun atau 41,86% dibandingkan realisasi tahun sebelumnya.
Untuk diketahui, realisasi penerimaan pajak di bulan yang sama pada tahun lalu atau Januari 2024 senilai Rp152,89 triliun.
Beda Aliran dan Kepentingan
Sebagai jebolan Mantan Ditentukan Bank Dunia, seharusnya kridebilitas dan integritas sekaligus profesionalnya di bidang keuangan sudah tidak diragukan.
Sri Mulyani adalah Srikandi Indonesia yang telah mengawangi ekonomi Indonesia dari rezim ke rezim yang pernah berkuasa di Indonesia.
Artinya Sri Mulyani sangat paham teori-teori dan juga praktik kebijakan-kebijakan ekonomi secara komprehensif dan berurutan.
Dengan melihat dinamika dan juga proyeksi ekonomi dan politik yang sedang dilakukan dan dijalankan oleh Prabowo, nampannya terjadi banyak benturan kepentingan dan juga aliran pemahaman ekonomi pembangunan.
Sri Mulyani adalah produk ekonomi kapitalis, kiblat ekonomi adalah ekonomi liberalis sementara Prabowo adalah anak ideologis ekonomi sosialis. Dua aliran paham ekonomi yang berlawanan dan berbenturan.
Dengan keputusan Indonesia tergabung dengan BRICS semakin menambah tingkat polarisasi perbedaan antara Sri Mulyani anak didik Bank Dunia dan IMF.
Program Warisan
Sri Mulyani selama pemerintah Prabowo harus tunduk dalam peta jalan pembangunan ekonomi yang dipercayai oleh Prabowo.
Sekali lagi, Sri Mulyani harus memahami kebutuhan infrastruktur politik daripada kebutuhan berdasarkan analisa ekonomi pembangunan.
Program prioritas ekonomi Prabowo sangat besar porsinya untuk penuhi janji politik. Ironisnya, Prabowo wajib meneruskan program kebijakan ekonomi warisan Jokowi yang sangat boros anggaran.
Rezim ekonomi yang dibangun oleh Prabowo kemungkinan besar berseberangan dengan pemahaman ekonomi liberalis ala Sri Mulyani.
Coretax Gagal
Diketahui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI resmi mengumumkan dan menetapkan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (SIAP) atau Core Tax Administration System (Coretax) sebagai sistem perpajakan di Indonesia . Keputusan tersebut diambil sejak awal Januari 2025.
Dalam kurun lebih dari 100 hari kerja, faktanya Sri Mulyani belum tuntas menyiapkan infrastruktur baru sistem perpajakan nasional.
Melalui Coretax yang konon didanai duit negara Rp 1,3 triliun, seharusnya dapat mulai bekerja menjadi sistem perpajakan yang mudah dan efektif bagi wajib pajak, ternyata Coretax belum dapat dilakukan maksimal.
Akhirnya wajib banyak menghadapi kesulitan akses data untuk melakukan administrasi dan pembayaran pajak ke negara.
Otomatis pendapat pemerintah di awal Januari dan Februari tertunda atau mengalami keterlambatan parah.
Sri Mulyani Baiknya Mundur
Namun demikian, rupanya Sri Mulyani harus tunduk dan atau menyingkirkan dirinya atau mundur dari rezim yang sedang berjuang untuk Indonesia emas 2045.
Sri Mulyani harus mengakhiri atau tetap meneruskan langkahnya bersama Presiden Prabowo. Ini adalah pertarungan dan keputusan politik terbesar bagi karir politik Sri Mulyani.
Secara teknis, Sri Mulyani gagal menyediakan infrastruktur perpajakan modern (Coretax), secara ideologis Sri Mulyani berbeda paham pendekatan ekonominya yang akan diterapkan, ekonomi liberalis lawan ekonomi sosialis dan secara politik Sri Mulyani tidak otonom sebagai Menteri Keuangan yang harusnya galak dan mandiri, Sri Mulyani wajib membungkuk oleh begini kepentingan politik dan juga mantan presiden serta oligarki.
Secara menyeluruh disimpulkan jika Sri Mulyani sudah tidak bisa menyimpan berbagai perbedaan paham dan tumpukan beban politik yang harus dijalankan.
Secara profesional kerja dipastikan Sri Mulyani tidak sempurna dalam bekerja sebagai Menteri Ekonomi.
Lebih baik mundur daripada harus mempertaruhkan integritas dan kedaulatan serta keberpihakan untuk pengabdian bagi negara dan bangsa. ***
Artikel Terkait
Terungkap di Persidangan: Semua Ijazah Jokowi Tidak Ada Aslinya!
GEGER! Perang Baru di Arab Pecah: 1.383 Tewas, Mayat-Mayat di Jalan
Kalau Negara tak Sanggup Menghadapi Aguan, Jadikan Banten 48 Jam Wilayah Bebas Hukum untuk Mengadili Aguan
Ahok Kaget Data Kejagung Lebih Komplit soal BBM Oplosan