Kisah Wartawan Senior Piter Rohi Pernah Dikirimi Kepala Manusia saat Meliput PETRUS

- Minggu, 23 Maret 2025 | 03:15 WIB
Kisah Wartawan Senior Piter Rohi Pernah Dikirimi Kepala Manusia saat Meliput PETRUS


Dunia pers Tanah Air dikejutkan dengan pemberitaan ditemukannya sebuah paket berisi kepala babi dengan kedua telinga terpotong yang dikirimkan kepada salah satu jurnalis Tempo. 

Paket ini diterima pada Rabu (19/03/2025) lalu. Berdasarkan keterangan Tempo, paket ini diantarkan oleh seorang pria berjaket hitam dan mengenakan helm ojek online serta mengendarai sepeda motor.

Berita ini pun tentu saja menghebohkan publik. Pasalnya kejadian ini nyaris bersamaan dengan pengesahan RUU TNI.

Tak cukup sekali, Tempo kembali dikirimi teror berupa paket berisi bangkai tikus di kantor Jalan Palmerah Barat, Jakarta.

Adanya teror berupa paket berisi kepala babi ini semakin menambah rasa kekhawatiran terhadap kebebasan pers.

Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, mengungkapkan bahwa kondisi pers nasional saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kejadian ini mengingatkan kembali akan kisa-kisah yang dialami para wartawan dan kantor pers di masa-mas orde baru.

Berbicara tentang teror yang ditujukan kepada wartawan dan kalangan pers, ada sebuah kisah serupa yang juga dialami oleh seorang wartawan asal NTT pada tahun 1983. Bahkan bisa dibilang apa yang ia alami lebih parah. Berikut kisahnya.

Kisah Wartawan Senior Peter Rohi Pernah Dikirimi Kepala Manusia

Penulis Dicky Senda membagikan kembali kisah seorang wartawan senior asal NTT yang menerima kiriman kepala manusia ke rumahnya. Wartawan senior ini diketahui bernama Piter Rohi. 

Pada saat itu, media pers tempat Piter Rohi bekerja tengah menginvestigasi kasus-kasus pembunuhan oleh Petrus alias penembak misterius di berbagai daerah. Piter Rohi sempat membagikan kisahnya ini lewat status Facebooknya pada tahun 2015 silam dengan judul 'Saya Dikirimi Paket Kepala Manusia'.

"Kekejaman manusia terjadi dirasakan saya dan keluarga ketika dikirimi paket berisi kepala manusia, 16 November 1983, dua hari setelah ulang tahun saya ke 41. Laporan wartawan dikirimi paket kepala manusia ini masuk dalam laporan Hak Asasi Manusia Internasional tentang pers di mana negara masih menindas pers," ujar Piter Rohi.

Ia menceritakan bahwa pada saat itu ia memegang jabatan sebagai Direktur Pelaksana Harian Suara Indonesia, Malang, sebuah anak perusahaan Sinar Harapan. Pada masa pemerintahan Soeharto kala itu, marak terjadi pembunuhan misterius sebagai shock therapy untuk menekan para preman yang semakin merajalela saat itu. 

Dalam sekejap, instruksi Soeharto itu pun bersambut. Mayat di dalam karung ditemukan di mana-mana. Sepanjang jalan dan tepi kali Brantas, karung-karung berisi mayat yang diyakini sebagai mayat preman bertato bergelimpangan. Setelah laporan masuk dari koresponden, diketahuilah bahwa ternyata tidak semua korban adalah preman.

Mulai dari petani, aktivis, perawat, hingga saingan kepala desa juga ditemukan menjadi mayat di dalam karung. Piter Rohi pun mengeluarkan surat yang ditujukan kepada seluruh korespondensinya untuk mencatat identitas korban Petrus tersebut. 

Aktivitasnya ini dianggap melawan para penembak misterius. Sebagai ancaman, dikirimlah paket beriisi kepala manusia yang dimasukkan ke dalam kantong plastik dan boks kardus.

"Saya mengeluarkan surat pada semua korseponden untuk mencatat identitas korban PETRUS. Itulah yang dianggap sebagai melawan para penembak misterius, maka aktivitas saya harus dihentikan," jelas Piter.

Piter melanjutkan, berita tentang pengiriman paket kepala ini mendapat reaksi keras dari dunia internasional.

"Saya tidak membela preman, tetapi setiap warga negara berhak diadili secara hukum dan mendapat pembelaan.Berita pengiriman paket kepala manusia ini mendapat reaksi keras dari dunia internasional," ujar Piter Rohi kemudian. 

Ia banyak diwawancara oleh wartawan Eropa. Ketua IGGI dari Belanda bahkan meminta kepada Jenderal Benny Moerdani yang saat itu merupakan Keoapa Komando Operasi Pemulihan Kemanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk melindungi Piter.

Martha Meyer, dari Amnesti Internasional di Belanda bahkan mengusahakan agar Piter keluar dari Indonesia untuk sementara. Piter dtawari untuk belajar di Amerika Serikat. Namun Piter tak pernah berangkat sampai akhirnya Soeharto menghentikan operasi PETRUS.

Sumber: suara
Foto: Potret Piter Rohi (Twitter)

Komentar

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini