Rismon Hasiholan Sianipar: UGM STOP BOHONG! Toko Fotocopy PRIMA Berdiri 1986! Kok Bisa Jokowi Cetak Skripsi Tahun 1985?

- Senin, 24 Maret 2025 | 00:55 WIB
Rismon Hasiholan Sianipar: UGM STOP BOHONG! Toko Fotocopy PRIMA Berdiri 1986! Kok Bisa Jokowi Cetak Skripsi Tahun 1985?




NARASIBARU.COM - Baru-baru ini, media sosial kembali dihebohkan dengan munculnya seorang alumni UGM yang juga mantan dosen dari Universitas Mataram, Rismon Hasiholan Sianipar yang menyangsikan keaslian ijazah dan skripsi dari Presiden RI ke-7 Ir. Joko Widodo sebagai lulusan UGM. 


Alasannya, lembar pengesahan dan sampul skripsi menggunakan font Times New Roman yang menurutnya belum ada di era tahun 1980-an hingga 1990-an. 


Setelah heboh pernyataan Rismon Hasiholan Sianipar, UGM pada Jumat (21/3/2025) kemudian menyampaikan "Klarifikasi UGM Soal Tuduhan Ijazah dan Skripsi Palsu Joko Widodo".


Klarifikasi UGM diposting di situs resmi UGM.


Isi klarifikasi UGM pada intinya menegaskan keaslian ijazah Jokowi dan menjelaskan soal font Times New Roman.


Klarifikasi UGM ini kemudian ditanggapi balik oleh Rismon Hasiholan Sianipar melalui unggahan video di kanal Youtube "UGM STOP BOHONG! Toko Fotocopy PRIMA berdiri 1986! JOKOWI CETAK SKRIPSI di TAHUN 1985!"


Simak selengkapnya tanggapan balik Rismon Hasiholan Sianipar atas klarifikasi UGM.


πŸ‘‡πŸ‘‡


[VIDEO




Dalil Usang Guru Besar Hukum UGM: Benarkah Justifikasi atas Tuduhan Ijazah Palsu Jokowi!




Bantahan terhadap analisis Dr. Rismon Hasiholan Sianipar, pakar digital forensik lulusan Fakultas Teknik Elektro UGM, datang dari beberapa dekan fakultas serta rekan-rekan kuliah Joko Widodo.


Dekan Fakultas Kehutanan UGM, Sigit Sunarta, menyesalkan pernyataan Rismon yang dinilai menyesatkan. 


Ia menegaskan bahwa sebagai akademisi, Rismon seharusnya menyampaikan informasi berdasarkan fakta dan metode penelitian yang benar. 


Menurutnya, kritik terhadap keaslian ijazah dan skripsi Jokowi tidak hanya perlu melihat dokumen yang bersangkutan, tetapi juga membandingkannya dengan dokumen lain yang diterbitkan pada tahun yang sama di Fakultas Kehutanan UGM.


Terkait tuduhan bahwa penggunaan font Times New Roman pada sampul skripsi Jokowi adalah indikasi pemalsuan, Sigit menegaskan bahwa di era tersebut font serupa sudah lazim digunakan. 


Ia juga menyebut keberadaan percetakan di sekitar kampus UGM seperti Prima dan Sanur yang menyediakan jasa pencetakan sampul skripsi. 


Sigit menambahkan bahwa lembar pengesahan dan sampul skripsi memang biasa dicetak dengan mesin percetakan, sementara isi skripsi tetap diketik manual dengan mesin ketik.


Soal nomor seri ijazah yang diklaim tidak sesuai standar, Sigit menjelaskan bahwa sistem penomoran di Fakultas Kehutanan UGM saat itu memang memiliki kebijakan sendiri. 


Penomoran ijazah berdasarkan urutan nomor induk mahasiswa yang diluluskan dan ditambahkan kode fakultas (FKT), bukan sistem klaster sebagaimana yang dipermasalahkan oleh Rismon.


Ketua Senat Fakultas Kehutanan, San Afri Awang, turut menyayangkan tuduhan terhadap keabsahan ijazah Jokowi.


Ia menegaskan bahwa praktik pencetakan sampul skripsi dengan font mirip Times New Roman sudah lazim di masanya. 


Ia juga mengingat bahwa di sekitar UGM saat itu telah tersedia jasa pengetikan menggunakan komputer IBM PC, sehingga tidak aneh jika ada mahasiswa yang memanfaatkan teknologi tersebut.


Frono Jiwo, rekan seangkatan Jokowi di Fakultas Kehutanan UGM, mengaku prihatin dengan beredarnya isu ijazah palsu. 


Frono memastikan bahwa ia dan Jokowi masuk kuliah tahun 1980 dan wisuda bersama pada 1985. 


Ia juga mengonfirmasi bahwa Jokowi memang pendiam, tetapi memiliki selera humor tinggi saat bersama teman-temannya. 


Frono membenarkan bahwa Jokowi hobi mendaki gunung dan bahkan pernah bekerja di PT. Kertas Kraft Aceh (Persero) setelah lulus, meski hanya bertahan dua tahun karena istrinya tidak betah di lingkungan kerja yang terpencil.


Frono juga memastikan bahwa tampilan ijazahnya sama dengan milik Jokowi, dengan tanda tangan Rektor Prof. T. Jacob dan Dekan Prof. Soenardi Prawirohatmodjo. Perbedaan hanya terletak pada nomor kelulusan, yang memang bersifat unik untuk setiap lulusan.


Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto, menegaskan bahwa tuduhan pemalsuan ijazah harus memiliki dasar hukum yang jelas. 


Dalam hukum pidana, terdapat dua bentuk pemalsuan: membuat dokumen palsu dan memalsukan dokumen yang sebelumnya asli. 


Jika Rismon menuduh bahwa ijazah Jokowi adalah palsu, maka ia harus membuktikan apakah dokumen tersebut memang tidak pernah ada sebelumnya ataukah hanya mengalami perubahan yang disengaja.


Menurut Marcus, tuduhan terhadap Jokowi sangat lemah karena Fakultas Kehutanan UGM memiliki banyak data pendukung yang membuktikan bahwa Jokowi memang pernah kuliah, mengikuti ujian, yudisium, hingga wisuda. 


Berita acara dan arsip akademik lainnya mendukung keabsahan ijazah yang dikeluarkan oleh UGM.


Dengan adanya konfirmasi dari berbagai pihak terkait, tuduhan bahwa ijazah Jokowi palsu tampaknya semakin kehilangan relevansinya. 


Sementara itu, analisis yang dilakukan oleh Rismon justru dianggap sebagai spekulasi tanpa dasar yang jelas, yang semakin memperkeruh opini publik tanpa bukti konkret. ***

Komentar