NARASIBARU.COM - Agenda klarifikasi keaslian ijazah Presiden Joko Widodo yang akan digelar di Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Selasa 15 April 2025 justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan ketimbang jawaban.
Sejumlah pihak menilai UGM tidak transparan, bahkan terkesan menghalangi upaya membuka kebenaran soal ijazah Presiden ketujuh RI tersebut.
Pasalnya, klarifikasi yang diajukan oleh Alumini UGM seperti Rismon Sianipar, Roy Suryo, dokter Tifa dan Tim Pembela Ulama dan Aktivis digunakan untuk Ujian Tengah Semesterdibatasi secara ketat.
UGM hanya mengizinkan lima orang tamu dari TPUA hadir, dan itu pun hanya selama satu jam—mulai pukul 09.00 hingga 10.00 WIB. Alasan tengah diadakan ujian tengah Semester
Waktu yang dinilai terlalu singkat untuk membedah kasus yang telah mencuat selama lebih dari satu dekade.
Sebelumnya, Kagama telah mengajukan Gedung Balairung dijadikan lokasi pertemuan sekaligus ajang halal bihalal alumni UGM.
Mirisnya lagi, Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia, M.Med., Ed., Sp.OG(K)., Ph.D. dipastikan berhalangan hadir dengan alasan ada kegiatan lain.
Ini menambah tanda tanya besar di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap kredibilitas ijazah Jokowi.
Pemerhati telematika Roy Suryo menyebut sikap UGM sudah berada pada level “keterlaluan”.
Ia menilai kampus yang selama ini dianggap sebagai benteng akademik justru tampak sibuk mengatur alasan untuk menghindar dari pertanyaan publik.
"UGM hanya bisa menunjukkan fotokopi ijazah hitam putih, tanpa legalisasi resmi. Bahkan kini ada wacana ijazah Jokowi pernah hilang dan dicetak ulang," kata Roy.
Pernyataan soal cetak ulang ini sebelumnya dilontarkan oleh Prof Markus Priyo Gunarto, Guru Besar Hukum UGM.
Namun, menurut Roy, pernyataan ini kontradiktif dengan apa yang pernah dikatakan Markus sendiri, bahwa ijazah bersifat einmalig—istilah Jerman yang berarti hanya boleh dibuat satu kali.
Roy menyebut, bila memang ijazah itu digandakan atau dicetak ulang dengan alasan hilang, maka hal tersebut berpotensi melanggar berbagai aturan hukum: dari UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, PP No. 17/2010, hingga Pasal 263 dan 264 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Sanksinya? Bisa mencapai 10 tahun penjara.
Kegaduhan ini pun makin ramai karena tidak sedikit pihak menilai UGM sedang “menjaga” Jokowi dari badai politik.
Tuduhan ini tentu berat, mengingat UGM adalah institusi pendidikan tinggi yang reputasinya dibangun dari integritas dan independensi akademik.
Kini publik menanti, apakah UGM akan berani bersikap terbuka dan jujur, atau terus bermain dalam ruang sempit klarifikasi yang membatasi pencarian kebenaran?
Pakar HTN Refly Harun: DPR Bisa Gunakan Hak Angket untuk Selidiki Ijazah Jokowi!
Ahli hukum tata negara Refly Harun mengatakan DPR punya kewenangan untuk menyelidiki keabsahan ijazah mantan Presiden Jokowi.
Caranya bisa lewat klarifikasi atau penggunaan hak angket. Menurut Refly, langkah ini masih relevan secara hukum tata negara.
"Kalau ternyata ijazah Jokowi tidak sah, dampaknya akan berpengaruh pada catatan sejarah," ujar Refly dikutip dari podcastnya yang tayang Jumat, 11 April 2025.
Menurut Refly, Jokowi akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden yang ijazahnya bermasalah.
Selain itu, hak-haknya sebagai mantan presiden bisa dicabut oleh negara.
"Jadi DPR tetap punya alasan kuat untuk menyoroti hal ini. Ini bukan soal suka atau tidak suka, tapi soal mencari kebenaran—dan berlaku untuk siapa pun," tegas Refly.
Sumber: Sawitku
Artikel Terkait
Jejak Digital Diduga Saksi Bisu Pertemuan Lisa Mariana dan RK di Kamar Hotel
Rumah Jokowi Mau Digeruduk soal Tudingan Ijazah Palsu, Hercules Mendadak Muncul di Solo
Banyak yang Tersinggung dengan Walid di Serial Bidaah, Begini Kata Ustadz Abdul Somad
Heboh Isu Ijazah Palsu, Dedengkot Preman Hercules Pasang Badan: Enggak Usah Cari Masalah