NARASIBARU.COM - Suasana memanas menyelimuti kampus Universitas Gadjah Mada (UGM).
Acara halal bihalal yang seharusnya menjadi ajang silaturahmi alumni UGM berubah menjadi momen yang sarat ketegangan.
Puluhan aktivis, tokoh masyarakat, hingga media nasional dan internasional memadati kawasan Bulaksumur untuk menyaksikan langsung pertemuan yang berpotensi menyingkap polemik lama: keaslian ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.
Dari tiga akses utama masuk ke dalam kampus UGM, hanya satu pintu yang dibuka hari ini dengan pengaturan ketat.
Pintu Gerbang Barat (Jalan Persatuan) dan Pintu Utara (Jalan Agro) resmi ditutup sejak dini hari, sementara Pintu Selatan dibuka terbatas.
Kebijakan ini menimbulkan kebingungan dan protes, mengingat banyaknya jumlah aktivis dan alumni yang hadir serta kehadiran media dari dalam dan luar negeri.
Rektor UGM, Prof. Dr. Ova Emilia, secara mengejutkan memilih tidak hadir dalam acara halal bihalal tahunan ini.
Ketidakhadiran tersebut disebut karena alasan tertentu dan digantikan oleh Pembantu Rektor III Bidang Kemahasiswaan, Prof. Aris Junaidi.
Merespons meningkatnya tensi, tiga profesor UGM, dua di antaranya mantan rektor bersama seorang jenderal purnawirawan TNI AD yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, mengeluarkan sebuah Maklumat Yogyakarta.
Isi maklumat tersebut menyerukan agar semua pihak menahan diri dan menjaga suasana kampus tetap damai dan kondusif.
Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA), dipimpin oleh Prof. Eggi Sudjana, menjadi salah satu kelompok yang datang dengan massa besar menggunakan bus dari berbagai daerah.
Mereka mendampingi aktivis Bambang Tri Mulyono dan Gus Nur dua tokoh yang pernah dipidana enam tahun karena menggugat keaslian ijazah Jokowi.
TPUA juga tercatat menggugat ijazah Jokowi di PN Jakarta Pusat dan melaporkannya ke Bareskrim Mabes Polri.
Dalam surat ke rektorat, TPUA meminta agar pertemuan dengan pihak UGM dilakukan secara terbuka dengan kapasitas minimal 20 orang perwakilan, serta disiarkan melalui layar lebar di luar ruangan.
Mereka juga meminta durasi pertemuan diperpanjang menjadi 4 jam, dari pukul 08.00 hingga 12.00, agar dapat menguji berbagai dokumen secara menyeluruh.
Namun, rektorat UGM hanya mengizinkan pertemuan tertutup di Fakultas Kehutanan dengan maksimal 5 orang peserta, dan waktu yang dibatasi hanya 1 jam.
Salah satu tokoh yang paling vokal adalah Dr. Rismon Haz Holland Sianipar, alumni UGM yang datang langsung dari Balige, Danau Toba.
Dalam investigasi digital forensiknya terhadap skripsi Jokowi yang tersedia di perpustakaan UGM, ia menemukan bahwa sampul dan halaman pengesahan skripsi menggunakan font Times New Roman, yang menurutnya belum dikenal pada era 1980-an saat Jokowi diklaim lulus.
“Font itu belum digunakan secara umum di Indonesia tahun segitu. Ini 100 miliar persen palsu,” tegas Rismon.
Ia juga mempertanyakan kredibilitas percetakan Sanur dan CV Prima yang disebut-sebut digunakan UGM, padahal CV Prima baru berdiri 1996 dan Sanur telah lama tutup.
Melalui kuasa hukumnya, Yakub Hasibuan, putra Wamenkumham Otto Hasibuan, Presiden Joko Widodo secara tegas menyatakan tidak akan menunjukkan ijazah aslinya, kecuali jika diminta secara resmi oleh pengadilan.
“Kami patuh pada hukum. Ijazah asli tidak akan ditunjukkan kecuali ada permintaan resmi dari institusi berwenang seperti pengadilan,” ujar Yakub.
Ia menambahkan bahwa ijazah Jokowi sudah berulang kali diverifikasi oleh KPU saat pencalonan sebagai Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta, dan Presiden RI.
Yakub juga menegaskan bahwa yang memiliki beban pembuktian adalah pihak yang menuduh.
“Dalam asas hukum, yang mendalilkan itulah yang harus membuktikan,” ucapnya.
Sikap UGM yang seolah-olah turut menahan akses dan informasi terkait ijazah Jokowi juga disorot.
Padahal, beberapa tahun lalu UGM melalui Rektor dan Dekan Fakultas Kehutanan Singgih Sunarta telah menyatakan ijazah Jokowi asli.
Mereka bahkan melampirkan testimoni dari kakak kelas dan teman seangkatan Jokowi.
Namun, beredar pernyataan dari Prof. Marcus Priyo, Guru Besar Hukum UGM, yang menyebut bahwa ijazah asli Jokowi yang dulu pernah ada di UGM kini dinyatakan hilang.
Hal ini memunculkan asumsi bahwa yang beredar sekarang hanyalah duplikat.
Ketegangan tampaknya belum akan mereda. Para aktivis dan alumni berencana melanjutkan aksi dengan menggeruduk kediaman pribadi Jokowi di Solo pada esok hari.
Mereka menuntut kejelasan dan transparansi penuh atas dokumen ijazah yang hingga kini masih menuai tanda tanya.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
ANEH! Guru Besar Unnes Unggah Ijazah S1 UGM Miliknya, Tapi Kok Beda Dengan Milik Jokowi?
Jokowi Pamerkan Ijazah SD hingga Kuliah di UGM: SMA, Saya Juara Umum!
Jokowi Larang Wartawan Foto Ijazah dan Ancam Penebar Fitnah
Ngaku gak pernah salat, Panji Petualang rasakan panas di dada tiap dengar azan: Kayak sinetron azab