Hari Kamis, 17 April 2025, saya bersama perwakilan para korban yang tergabung dalam Paguyuban Nasabah Korban BMT Mitra Umat Pekalongan berkesempatan hadir dalam pertemuan resmi yang diselenggarakan di Ruang Rapat Dinas Koperasi Kota Pekalongan. Pertemuan khusus dan terbatas ini adalah tindak lanjut dari audiensi para korban dengan kementerian koperasi tanggal 17 Maret 2025 yang lalu.
Pertemuan Kamis kemarin berlangsung dari pukul 10.00 hingga 12.30 WIB, mempertemukan para korban dengan sejumlah pejabat penting bidang koperasi dalam hal ini Deputi bidang Pengawasan Koperasi Kementerian Koperasi RI.
Turut hadir Kepala Dinas Koperasi Kota Pekalongan, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Anggota, perwakilan staf dari Dinas Koperasi Provinsi Jawa Tengah, serta pengurus BMT Mitra Umat sendiri.
Suasana pertemuan bisa dikatakan penuh dinamika. Ketegangan terasa jelas di ruang rapat, terutama ketika para korban langsung mempertanyakan kapan uang tabungan mereka akan dikembalikan/ dicairkan?, karena sudah lewat dari waktu yang pernah dijanjikan yakni 3-6 bulan. Banyak dari para korban yang telah menanti kejelasan nasib uang tabungan mereka yang sudah terkatung katung selama satu tahun lebih. Tidak sedikit dari para nasabah yang merupakan masyarakat kecil—para pedagang, pensiunan, buruh harian—yang mengandalkan simpanan mereka di BMT sebagai jaminan masa depan atau kebutuhan darurat.
Di sisi lain, para pengurus BMT Mitra Umat terlihat defensif dan berusaha menghindar dari tuduhan yang diarahkan kepada mereka. Perdebatan semakin panas, semakin alot.. Namun justru semakin terang pula titik-titik krusial yang tak dapat pengurus bantah yakni transparansi penyelesaian masalah yang minim, laporan keuangan yang tidak pernah dibuka kepada anggota, hingga dugaan penyimpangan dana yang tak kunjung dijelaskan secara terbuka. Dalam pertemuan itu pengurus BMT Mitra Umat sama sekali tidak membawa data alias kosongan. Ini menunjukkan tidak adanya itikad baik dari mereka dan tentunya tidak menghormati Deputi bidang pengawasan kementerian sebagai pengundang acara.
Setelah perdebatan yang panjang, pada akhirnya ada momen penting dalam pertemuan itu; semua pihak sepakat harus ada audit eksternal terhadap BMT Mitra Umat Pekalongan. Laporan hasil audit eksternal atas BMT Mitra Umat tersebut harus disampaikan secara terbuka kepada Paguyuban Nasabah Korban dan Dinas Koperasi baik kota maupun provinsi paling lambat pada tanggal 7 Mei 2025. Kesepakatan ini bukan hanya buah dari tekanan moral para korban yang disuarakan dengan lantang, tetapi juga sebagai bentuk tanggung jawab moral dan institusional dari pemerintah melalui dinas koperasi di tingkat daerah maupun kementerian. Notulensi resmi pun disusun dan ditandatangani oleh seluruh perwakilan yang hadir, menjadikan kesepakatan ini memiliki kekuatan formal yang semestinya dapat ditegakkan.
Kenapa audit eksternal ini menjadi sangat krusial? Karena di sinilah pintu masuk penyelesaian kasus bisa dibuka. Audit yang dilakukan oleh pihak independen akan menjadi instrumen utama dalam mengungkap: apakah benar telah terjadi penyimpangan dalam pengelolaan dana nasabah? Sejauh mana kerugian yang ditanggung oleh para nasabah? Siapa saja yang terlibat dan harus bertanggung jawab?
Kita harus jujur mengakui bahwa kasus-kasus seperti ini bukan hal yang baru dalam dunia koperasi. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak kasus serupa yang terjadi di berbagai daerah: yang sebagian besar berakhir dengan kerugian besar bagi nasabah sementara pelakunya kerap lolos dari jerat hukum karena lemahnya pengawasan dan minimnya penegakan hukum. Oleh karena itu, hasil audit ini menjadi harapan sekaligus ujian bagi negara di bawah pemerintahan presiden Prabowo Subianto: apakah negara benar-benar hadir melindungi warganya dari praktik pengelolaan keuangan yang curang yang dilakukan para rampok berkedok pengurus koperasi seperti kasus BMT Mitra Umat Pekalongan ini atau tidak, akan kita lihat dan buktikan bersama sama.
Lebih dari sekadar laporan keuangan, audit eksternal ini semestinya bisa membuka ruang bagi penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim) untuk masuk. Jika terbukti ada penggelapan atau penyelewengan dana, maka seharusnya proses pidana dapat segera dilakukan. Pengurus yang terbukti bersalah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, tidak hanya secara administrasi dengan mengembalikan seluruh uang tabungan korban, tetapi juga secara hukum pidana atas perbuatan dan niat jahat menggelapkan uang nasabah. Ini penting, bukan hanya untuk keadilan para korban, tapi juga untuk memberi efek jera kepada pelaku-pelaku lain di luar sana yang mungkin tengah melakukan hal serupa.
Saya dan para nasabah korban akan terus memastikan bahwa proses ini tidak berhenti di meja rapat dan notulensi. Komitmen yang tertulis harus benar-benar diwujudkan dalam tindakan nyata. Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan Dinas terkait harus memastikan bahwa deadline tanggal 7 Mei 2025 tidak hanya menjadi formalitas/ pepesan kosong. Transparansi dan akses terhadap hasil audit harus dijamin. Paguyuban korban pun harus terus mengawal proses ini dengan aktif, baik melalui komunikasi terbuka dengan pihak-pihak terkait, maupun melalui jalur media untuk menjaga atensi publik.
Tak kalah penting, kita juga perlu merefleksikan peran negara dalam melakukan pengawasan preventif terhadap koperasi. Kasus BMT Mitra Umat Pekalongan semestinya menjadi peringatan keras bahwa sistem pengawasan koperasi masih memiliki banyak celah. Pengawasan yang hanya bersifat administratif dan tahunan ternyata tidak cukup. Harus ada sistem pemantauan yang lebih real-time, lebih transparan, dan melibatkan partisipasi nasabah koperasi itu sendiri.
Kita juga perlu mendesak agar regulasi terkait perlindungan anggota koperasi diperkuat. Misalnya, kewajiban koperasi untuk menyediakan laporan keuangan berkala yang bisa diakses, audit tahunan oleh auditor independen, hingga mekanisme pengaduan yang responsif dan independen. Sebab koperasi pada dasarnya adalah milik anggotanya, dan mereka berhak mengetahui serta ikut mengawasi pengelolaan dana yang mereka percayakan.
Akhir kata, pertemuan hari Kamis kemarin adalah sebuah titik awal yang penting, namun bukan akhir dari perjuangan. Para korban masih menanti, masih berharap, dan tentu masih terluka oleh ketidakpastian yang mereka hadapi. Namun, dengan adanya komitmen bersama dan perhatian serius dari pemerintah pusat, harapan akan keadilan itu mulai menampakkan wujudnya. Mari kita kawal proses ini bersama-sama, agar keadilan tidak hanya menjadi wacana, tetapi sungguh-sungguh hadir dan dirasakan oleh mereka yang berhak mendapatkannya. Semoga.
Oleh: Untung Nursetiawan
Pemerhati Sosial Kota Pekalongan
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan NARASIBARU.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi NARASIBARU.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Selain Ijazah, Risman Sianipar Soroti Skripsi Jokowi yang Ternyata Berbeda dengan Teman Seangkatan
Pertemuan Don Dasco dengan Aktivis Eggi Sudjana Cs peristiwa realitas bukan sekedar April Mob
Juru Parkir Kafe di Pasuruan Nekat Tantang Duel Polisi Terekam CCTV
Tugu Titik Nol di IKN Jadi Bahan Tertawaan di Medsos Karena Bertuliskan Lorem Ipsum