'Permainan Politik Tingkat Tinggi'
Oleh: Erizal
Setelah Prabowo berlebaran ke rumah Megawati pada hari ke-8 di Jalan Tengku Umar, Jakarta, berturut-turut para menterinya Prabowo, yang dulunya juga menterinya Jokowi, terbang ke Solo berlebaran ke rumah Jokowi.
Ini terjadi justru saat Presiden Prabowo kunjungan kerja ke luar negeri.
Kalau berlebaran sebelum Prabowo mendatangi kediaman Megawati seperti yang dilakukan Sri Mulyani dan Luhut Binsar Panjaitan, rasanya tak akan muncul interpretasi yang macam-macam.
Apalagi seperti Sri Mulyani berlebaran tak saja ke rumah Jokowi, tapi juga ke rumah Megawati. Sri Mulyani pandai sekali menempatkan posisi.
Tapi, berlebaran ke rumah Jokowi, setelah Prabowo ke rumah Megawati, dan itu masif pula terjadi seperti yang dilakukan Bahlil Lahadalia, Zulkifli Hasan, dan lain-lain, tentu saja menjadi pertanyaan politik yang mencurigakan, ada apa? Apa yang terjadi?
Menteri-menteri Prabowo yang dulunya menteri-menteri Jokowi, yang berlebaran ke rumah Jokowi di Solo selalu disambut awak media dengan penuh gairah dan selalu didampingi Jokowi saat berwawancara sebelum naik ke mobil, balik ke rumah masing-masing.
Sementara Prabowo berlebaran ke rumah Megawati tanpa awak media dan secara diam-diam pula.
Berlebaran Prabowo ke rumah Megawati baru diketahui publik kepastiannya, besok harinya.
Ini bisa diartikan berlebaran sesungguhnya, tapi bisa juga tidak. Apalagi dikatakan pula ada pembicaraan empat mata Prabowo dan Megawati.
Ini lebih diartikan lagi bukan berlebaran sesungguhnya. Pasti ada sesuatu yang penting yang sudah disepakati.
Karena itulah barangkali berlebaran ke rumah Jokowi di Solo sebagai jawaban, antisipasi, kalau ada formasi tambahan atau kocok ulang menteri.
Sebagai penganut politik simbol, menteri-menteri yang berlebaran ke rumah Jokowi di Solo, setelah Prabowo ke rumah Megawati, apalagi ada yang memakai jet pribadi, pasti ada sesuatu yang penting, yang bukan saja berlebaran semata.
Sebab, terlalu mahal berlebaran yang seperti itu. Mustahil cuma sekadar tanya kabar basa-basi saja.
Apalagi yang berlebaran itu Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia dan Ketum PAN Zulkifli Hasan pula.
Termasuk, Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono, yang sempat bermasalah soal kasus Pagar Makan Laut itu.
Dan Menkes Budi Gunadi Sadikin yg terang-terangan mengatakan bahwa Jokowi adalah Bosnya.
Menariknya saat mengatakan bahwa Jokowi adalah bosnya itu, Jokowi terlihat persis pula berada di dekat, menteri-menteri yang berlebaran itu.
Mereka mengatakan itu seperti sedang sengaja memperlihatkan kepada Jokowi loyalitas mereka dan Jokowi pun terlihat mengawasinya.
Mestinya Jokowi risih, ada tamunya yang memuja-muji dirinya di depannya.
Apalagi itu menterinya dulu, dan masih menjabat menteri saat ini, mengatakan ia masih bosnya pula.
Kalaupun menteri-menteri itu mengatakan itu, mestinya dia tak ada di situ, saat ditanya wartawan.
Jokowi pasti tahu di depan rumahnya sudah stand by para awak media dan itu sudah sejak awal, dia tak lagi menjabat presiden.
Memang baik, mengantarkan tamu sampai dia naik mobil saat berpamitan, tapi tahu akan ada pertanyaan wartawan kepada tamunya itu, baiknya dia tak ikut mendengarkan jawaban dari para tamunya itu.
Selain seperti mendikte, ia juga seperti mengawasi setiap jawaban dari sang tamu. Anehnya, sang tamu seperti tak risih dan bangga pula dengan jawaban yang mengangkat telur itu.
Sebelumnya, dengan tegas dan mantap Luhut Binsar Panjaitan yang menjabat sebagai menteri selama 10 tahun di masa Jokowi mengatakan dia saksi hidup bahwa sebagai tentara tak ada kesalahan yang melanggar konstitusi yang dilakukan oleh Jokowi.
Entah apa pula gunanya kesaksian seorang Luhut Binsar Panjaitan ini?
Semua orang tahu bahwa Pak Luhut, tak sekadar menteri tapi sering disebut sebagai Perdana Menteri atau Menteri segala urusannya.
Sayangnya, saat mengatakan itu, persis didekat Pak Luhut, Pak Jokowi berdiri secara khusyuk mendengarkan pernyataan itu. Kurang sreg saja melihatnya, tapi apa boleh buat?
Persis juga dengan teriakan Presiden Prabowo hidup Jokowi dengan sangat lantang, tidak saja di samping Jokowi, tapi malah di atas podium.
Sementara banyak kebobrokan yang diungkapkan Prabowo justru terjadi di eranya Jokowi. Ini benar-benat politik simbol tingkat tinggi. Kadang yang dikatakan tak seperti yang didengarkan.
Tak ada yang tahu apa yang akan terjadi ke depan. Tapi tanggung jawab Prabowo itu bukan masa lalu, tapi hari ini.
Hari ini akan menentukan hari depan. Sementara Presiden Prabowo cenderung memaafkan masa lalu atau memilih berdamai dengan masa lalu.
Megawati saja dirangkul, apalagi Jokowi. Megawati dan Jokowi tak bisa saling bertemu, itu bukan lagi urusan Prabowo.
Urusan Prabowo hanya hari ini dan masa depan. Ia tak akan berkompromi soal yang melenceng, kendati dikatakan orang ini orangnya Jokowi, tapi asal bisa bekerja, maka orang itu tetap akan ia pakai.
Seperti Kejagung dan Menteri Pertanian, misalnya. Buat apa dikatakan orang dia sendiri, tapi tak bisa berkerja. Apa yang bisa dipertahankan dari orang itu?
Dua periode era Jokowi, kerusakannya memang luar biasa parahnya terlihat di banyak lini.
Jokowi masih terlihat berpolitik, karena bisa jadi masih ada Gibran yang sejak awal secara sadar menjadi pertaruhan politiknya di masa depan. Entah seperti apa semua ini berakhir nantinya?
***
Artikel Terkait
Pengusaha Es Kristal di Langkat Ngaku Diintimidasi, Usaha Ditutup Paksa Anggota Ormas
Polisi di Buton Utara Dipecat Usai Dilaporkan Lecehkan Mertua, Tak Terima Kini Ajukan Banding
Akhirnya RK Polisikan Lisa Mariana, Atalia Percaya Karma: Kalau Suami Saya Salah, Hukum Alam Menanti
Pertemuan Prabowo-Megawati Tak Akan Pengaruhi Sikap PDIP pada Gibran