JOKOWI: 'Anomali Konstitusi dan Demagogi Kekuasaan'
Oleh: Damai Hari Lubis
Pengamat Kebijakan Umum Hukum dan Politik (KUHP)
Ringkas cerita, pada Rabu, 16 April 2025, saya bersama dua rekan Advokat TPUA—Kurnia Tri Royani dan Rizal Fadillah—melakukan kunjungan ke kediaman pribadi mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo, di Kota Solo.
Ini bukan sekadar kunjungan silaturahmi biasa. Kami membawa misi yang disebut sebagai “final attack”—puncak dari pencarian panjang dan penuh determinasi terhadap keabsahan ijazah S-1 Jokowi dari Fakultas Kehutanan UGM yang selama ini ramai dipertanyakan publik.
Kunjungan ini telah diberitahukan secara formal kepada Jokowi melalui surat resmi serta disebarluaskan kepada publik. Dua misi utama menjadi landasannya:
Bersilaturahmi dengan tokoh yang selama satu dekade menjadi wajah utama kekuasaan di republik ini.
Klarifikasi langsung terkait keaslian ijazah S-1 Jokowi yang hingga kini belum pernah diperlihatkan secara transparan kepada publik.
Kami bertiga adalah bagian dari tim hukum yang menangani gugatan perkara Nomor 610/Pdt.G/2023/PN JKT.Pst di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan itu sendiri dinyatakan Niet Ontvankelijke Verklaard (NO), karena majelis hakim menyatakan PN Jakpus tidak memiliki kewenangan mengadili perkara tersebut, mengikuti eksepsi kuasa hukum Presiden (Otto Hasibuan).
Artinya, perkara ini belum masuk ke pokok substansi, belum ada pembuktian, belum ada saksi atau alat bukti diajukan.
Namun, dalam pertemuan di Solo, kami mendapatkan fakta menarik dan penting untuk dicatat sejarah:
Jokowi menerima kami secara langsung di ruang tamu rumah pribadinya.
Ia mengakui ijazah S-1 yang dimaksud ada padanya, namun tidak bersedia memperlihatkannya, kecuali atas perintah hakim.
Pernyataan Jokowi yang membingungkan: “Kenapa hanya ijazah S-1 saja yang diributkan, kenapa tidak S-2 atau S-3?”
Pasca kami pulang, Jokowi justru memperlihatkan ijazah itu kepada sejumlah media, tapi tanpa boleh difoto—sebuah langkah absurd dalam konteks pembuktian dan akuntabilitas publik.
Pernyataan dan sikap Jokowi dalam pertemuan itu menegaskan dua hal mendasar:
Ia merupakan sosok yang secara psikologis dan politis memiliki karakter anomali terhadap makna hukum.
Bukan hanya enggan tunduk pada prinsip keadilan dan transparansi hukum, ia juga menunjukkan penolakan terhadap tanggung jawab moral seorang pemimpin untuk menjadi teladan.
Jokowi menunjukkan ciri khas seorang demagog. Ia piawai membentuk persepsi publik, menggiring opini, dan memanipulasi simpati rakyat untuk membangun kekuasaan yang besar, namun minim akuntabilitas.
Pertemuan kami tidak sia-sia. Klarifikasi memang tidak terjadi sepenuhnya, tapi TPUA mendapatkan pembenaran moral dan penguatan keyakinan—bahwa ada ketidakwajaran mendasar dalam narasi ijazah Jokowi.
Bahkan Ketua Umum TPUA, Dr. Eggi Sudjana, yang kami hubungi setelah pertemuan itu, menyatakan: “100% ijazah Jokowi palsu.”
Pernyataan ini bukan semata-mata klaim, tapi kesimpulan dari sikap Jokowi sendiri yang menyiratkan penolakan terhadap transparansi.
Kini, kami menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto agar menggunakan hak prerogatifnya sebagai Kepala Negara, untuk memerintahkan Kapolri membuka kembali penyelidikan secara hukum terkait dugaan ijazah palsu yang pernah dilaporkan ke Mabes Polri.
Bangsa ini tidak boleh dibiarkan terus-menerus terjebak dalam ilusi dan manipulasi. Rakyat berhak mengetahui kebenaran.
Bila benar bahwa ijazah itu palsu, maka seluruh struktur kekuasaan dan legitimasi Jokowi selama ini berdiri di atas kebohongan, dan itu adalah penghinaan terhadap seluruh sistem hukum, pendidikan, serta nilai-nilai Pancasila.
Kami, para advokat TPUA, menyatakan siap menjadi relawan hukum secara gratis untuk membongkar tragedi ini demi menyelamatkan 280 juta jiwa rakyat Indonesia yang mungkin telah dan sedang menjadi korban dari satu sosok pemimpin dengan karakteristik anomali hukum dan demagog kekuasaan.
***
Artikel Terkait
Menteri ATR Beberkan Nama Dalang Pagar Laut di Tangerang, Bekasi hingga Sumenep
Anies: Paus Fransiskus Teguh Membela Palestina
Ribut Antar Debt Collector Berujung Perusakan Mobil di Polsek Bukitraya, 4 Oknum Polisi Dilaporkan
KPK Periksa Pengacara Ferdy Sambo Terkait Kasus Cuci Uang Syahrul Yasin Limpo