Baru saja penulis kaget, mendapatkan kabar Arsin Kades Kohod dan beberapa tersangka lainnya dibebaskan oleh Bareskrim Polri (24/4). Alasannya, masa penahanan yang menjadi wewenang Penyidik (20 40 hari) berdasarkan KUHAP sudah habis.
Akhirnya, Arsin dkk dilepas dan menghirup udara bebas. Benar-benar pelecehan terhadap hukum, akal sehat, rakyat Banten dan seluruh rakyat Indonesia yang mengawal kasus ini.
Baru kemudian penulis sadar, pengembalian berkas oleh Kejagung dengan petunjuk untuk mengusut kasus korupsi, hanyalah untuk membeli waktu. Agar waktu penahanan yang menjadi wewenang Polisi habis, sementara berkas belum lengkap (belum P-21), dan itu menjadi alasan Polisi melepas Arsin, Ujang Karta, Septian dan Chandra.
Desain pelepasan ini, patut diduga sudah menjadi skenario sejak awal. Arsin dkk diminta pasang badan, ditahan sebentar agar rakyat tidak marah karena ada kambing hitam, saat rakyat lengah kemudian Arsin dilepas.
Jadi, Kejagung tidak benar-benar memberikan petunjuk untuk mengusut kasus korupsi pagar laut. Tetapi memberi waktu penyidik untuk menghabiskan kewenangan untuk menahan Arsin dkk, lalu penyidik melepaskan Arsin karena habis waktu dan berkas belum lengkap. Skenario yang sempurna.
Kenapa kita pahami demikian? Karena sebelumnya Kejagung sudah menyelidiki kasus korupsinya. Tapi tiba-tiba mundur dengan dalih ada MOU dengan Polri dan KPK. Padahal, saat itu Bareskrim tidak menyidik perkara Tipikor pagar laut, hanya menyidik Tipidum berupa pidana Pemalsuan dokumen dan memasukan keterangan palsu dalam akta otentik (263 KUHP dan 266 KUHP).
Mirisnya, saat Polisi Bareskrim melepaskan Arsin dkk, Penyidik Polda Banten justru akan menangkap dan menahan Charlie Chandra, korban PIK-2. Tanah Charlie Chandra dirampas proyek PIK-2, Charlie Chandra sendiri dituduh melakukan kejahatan pemalsuan dokumen atau memasukan keterangan palsu dalam akta otentik, tuduhan yang biasa digunakan untuk mengkriminalisasi pemilik tanah.
Penulis baru sadar, beberapa hari ini penulis dan aktivis di Jakarta memang sedang fokus mengadvokasi kasus ijazah palsu Jokowi, terutama pasca Roy Suryo, Rismon Sianipar Hasiholan, Rizal Fadilah dan dr Tifa dilaporkan ke Polres Jakarta Pusat. Ditengah hiruk pikuk kasus ijazah palsu itulah, Bareskrim Polri melepaskan Arsin dkk.
Karena itu, penulis menghimbau kepada segenap advokat dan aktivis, agar jangan melupakan kasus PIK-2. Meskipun kita juga tak boleh membiarkan Roy Suryo, Rismon Sianipar Hasiholan, Rizal Fadilah dan dr Tifa sendirian dikriminalisasi polisi.
Mari berjuang bersama, melawan kezaliman. Melawan ketidakadilan. Melawan rezim khianat dan oligarki rakus perampas tanah rakyat.
Mari kita kawal kasus Charlie Chandra, agar tidak ditahan Polda Banten. Mari kita kawal kasus pagar laut, agar Arsin Kades Kohod dkk, kembali menghuni jeruji penjara. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H
Advokat
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan NARASIBARU.COM terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi NARASIBARU.COM akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.
Artikel Terkait
Situasi Memanas! Pasukan India dan Pakistan Baku Tembak di Perbatasan Kashmir
Tak Hanya Lewat Teknologi AI, Ini Yang Buat Roy Suryo Sangat Yakin Pria Dalam Ijazah Jokowi Adalah Dumatno!
Di Korsel Dipenjara di Indonesia Dipuja, Publik Soroti Beda Perlakukan Nepotisme Jokowi vs Moon Jae-in
Komandan IDF Israel Tewas Dihujani Peluru Brigade Al Qassam Hamas