Pemakzulan Gibran: 'Menyelamatkan Republik Dari Krisis Kepemimpinan'
Oleh: Ali Syarief
Akademisi
Bayang-bayang kegentingan tengah menggelayuti republik ini.
Jauh sebelum Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka resmi dilantik, suara-suara kegelisahan sudah membahana: akankah Prabowo benar-benar mampu memimpin lima tahun penuh? Ataukah, sebagaimana rumor yang berembus kencang sejak awal, Prabowo hanya akan memegang kendali dua tahun sebelum menyerahkannya kepada Gibran, sang putra mahkota Jokowi?
Di tengah kecemasan itu, muncullah seruan keras dari tokoh-tokoh berpengalaman, salah satunya Sutiyoso — mantan Kepala BIN dan purnawirawan Letnan Jenderal TNI. Sutiyoso tak hanya diam.
Ia mendukung penuh seruan Forum Purnawirawan Prajurit TNI untuk mencopot Gibran dari kursi Wakil Presiden.
Ini bukan sekadar urusan politik sehari-hari. Ini adalah panggilan darurat untuk menyelamatkan republik.
Sutiyoso, dengan latar belakang intelijen dan pengalaman panjang di dunia kekuasaan, tahu persis apa yang dipertaruhkan.
Andai Prabowo, karena usia atau kondisi kesehatan, mendadak berhalangan tetap, maka republik ini akan dipimpin oleh Gibran — sosok yang masih mentah, lahir dari rekayasa politik hukum yang tercela, dan hingga kini belum membuktikan kapasitas kepemimpinan setara pemimpin nasional.
Bukan hanya soal usia muda Gibran. Bukan hanya soal jalur pintas politik yang disediakan ayahandanya lewat Mahkamah Konstitusi.
Masalah utamanya adalah risiko kehancuran tatanan negara ketika kepemimpinan nasional dipegang oleh figur tanpa cukup tempaan, tanpa cukup pengalaman, dan — lebih gawat lagi — tanpa legitimasi moral kuat di mata rakyat.
Inilah yang mendorong gelombang tuntutan: Gibran harus dimakzulkan, sebelum semuanya terlambat.
Sebelum republik ini jatuh ke tangan kepemimpinan boneka yang hanya memperpanjang umur oligarki, bukan mengembalikan marwah negara untuk rakyat.
Apalagi, posisi Gibran di istana hari ini bukanlah hasil kompetisi sehat, melainkan produk kompromi penuh konflik kepentingan. Proses yang cacat sejak dalam kandungan inilah yang kini menjadi bom waktu.
Forum Purnawirawan bukan berteriak asal-asalan; mereka membaca ancaman serius bahwa bangsa ini bisa tergelincir ke jurang kekacauan politik bila skenario “Prabowo dua tahun, Gibran tiga tahun” benar-benar dijalankan.
Pemakzulan bukan soal dendam. Ini soal tanggung jawab sejarah. Ini soal upaya terakhir untuk menyelamatkan republik dari krisis kepercayaan, krisis kepemimpinan, dan krisis kenegaraan.
Sejarah tidak pernah memaafkan mereka yang melihat bahaya tapi memilih diam.
Maka, ketika Sutiyoso dan barisan purnawirawan bersuara, mereka sesungguhnya sedang memperingatkan bangsa ini: sebelum terlambat, bersihkan jalan kepemimpinan nasional dari bom waktu yang telah dipasang rapi oleh tangan-tangan dinasti politik.
Pertanyaannya tinggal satu: beranikah bangsa ini mendengarkan suara peringatan itu, ataukah kita memilih berpura-pura tuli — sampai semuanya benar-benar runtuh?
***
Sutiyoso: Pemimpin Model Gibran Tak Mampu Urus Negara!
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso mendukung penuh tuntutan Forum Purnawirawan Prajurit TNI pada 17 April 2025, yang salah satunya mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Hal ini dikatakan mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso dikutip dalam kanal Youtube Hersubeno Point, Sabtu 26 April 2025.
"Kita doakan 08 (Presiden Prabowo Subianto) selamat, sehat, bahkan satu periode lagi. Tapi andai kata amit-amit 08 berhalangan tetap, siapa jadi presiden? ya otomatis wakil presiden, itu konstitusi kita," kata Sutiyoso.
Dengan bekal pengalaman sangat minim dan usia terbilang muda, Sutiyoso mengaku sangat ragu Gibran mampu memimpin negara sebesar Republik Indonesia.
"Dengan model (pemimpin) kayak gitu apa cukup menangani masalah negara yang sangat kompleks. Nasib bangsa ini dipertaruhkan," kata Sutiyoso.
Di sisi lain, Sutiyoso mengaku teringat kata-kata Presiden ke-7 RI Joko Widodo alias Jokowi yang bilang anak-anaknya tidak tertarik masuk dunia politik.
"Mereka (anak-anak Jokowi) jual martabak, pisang goreng, konon katanya sukses," kata Sutiyoso.
Namun nyatanya, di tengah jalan Gibran ikut Pilkada Solo dan menang, sementara menantu Jokowi, Bobby Nasution maju di Pilkada Medan, dan juga menang.
"Tetapi tiba-tiba masuk politik, walikota Solo, walikota Medan," kata Sutiyoso.
Hingga akhirnya, setelah dua tahun memimpin Solo, Gibran maju Pilpres 2024 mendampingi Prabowo Subianto secara kontroversial.
"Cuma dua tahun memimpin Solo yang homogen tentu tantangannya sedikit dan pengalamannya. Tiba-tiba langsung nasional," pungkas Sutiyoso.
👇👇
Sumber: FusilatNews
Artikel Terkait
Wow! Polres Pamekasan Siapkan Rp 10 Juta bagi yang Punya Informasi Bandar Narkoba DPO
Jokowi Berdoa di Depan Peti Jenazah Paus Fransiskus
Jokowi Diutus ke Pemakaman Paus: Matahari Kembar Padam di Vatikan?
Pengacara Ungkap Peluang Ammar Zoni Bebas dalam Waktu Dekat