NARASIBARU.COM - Pemilu 2029 masih lama namun hawa persaingan, timses serta konsolidasi sangat terasa .
Kunjungan beruntun sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju ke kediaman Jokowi di Solo selama Lebaran memantik pertanyaan publik.
Di tengah masa transisi kekuasaan, silaturahmi yang disebut ‘biasa’ itu dinilai punya makna politik yang tak bisa diabaikan.
Momentum Lebaran 2025 dimanfaatkan sejumlah menteri kabinet untuk bersilaturahmi ke rumah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di Surakarta.
Namun, langkah ini bukan sekadar agenda personal.
Dalam dinamika politik pasca-Pilpres dan menjelang pemerintahan baru, pertemuan bertubi-tubi ini justru memantik isu panas: ada apa di balik silaturahmi ini?
Kehadiran mereka, yang diklaim sebagai kunjungan Lebaran, menjadi sorotan.
Di tengah proses transisi menuju pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, muncul kekhawatiran soal potensi "matahari kembar" di tubuh kekuasaan.
PKS Ingatkan: Jangan Ada Dua Pusat Komando
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera, menanggapi serius pertemuan intens para menteri dengan Jokowi.
Ia menyebut silaturahmi adalah tradisi baik, namun mengingatkan bahwa pemerintahan sudah dipimpin Prabowo Subianto.
“Silaturahmi itu bagus, tapi jangan sampai menimbulkan persepsi adanya dua matahari dalam satu pemerintahan,” kata Mardani, Jumat (11/4/2025).
Menurutnya, Prabowo telah menunjukkan kapasitas dan arah kepemimpinannya dengan tegas.
Namun tetap, kesan adanya dualisme komando harus dihindari agar tak menciptakan kebingungan dalam birokrasi dan publik.
“Satu matahari saja sudah cukup berat, apalagi dua,” ujarnya tegas.
Parade Menteri: Dari Bahlil hingga Menkes
Kunjungan dimulai sejak Rabu malam, 9 April 2025, ketika Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Kepala BKKBN Wihaji datang ke kediaman Jokowi.
Esok harinya, giliran Menko Perekonomian Zulkifli Hasan yang hadir.
Pada Jumat (11/4), Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono disusul Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin datang membawa keluarga masing-masing.
Para menteri itu kompak menyebut agenda mereka hanya untuk "silaturahmi Lebaran" dan menjalin hubungan baik dengan Jokowi, yang disebut sebagian dari mereka masih dianggap “bos”.
“Silaturahmi sama bekas bos saya, sekarang masih bos saya,” ujar Trenggono, tersenyum.
Publik Bertanya: Apa Makna Silaturahmi Ini?
Meski narasi yang dibangun adalah hubungan personal dan Lebaran, publik tak menelan mentah-mentah penjelasan itu.
Waktu dan pola kunjungan yang beruntun justru memperkuat spekulasi: apakah ini hanya silaturahmi atau sinyal arah kekuasaan baru yang tidak tunggal?
Dalam situasi transisi, setiap gestur politik dibaca dalam banyak lapisan.
Di satu sisi, silaturahmi bisa dimaknai sebagai penghormatan kepada pemimpin sebelumnya.
Di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa kekuasaan Jokowi masih memengaruhi arah kebijakan dan komposisi kabinet di masa depan.
Loyalitas Politik Harus Jelas
Mardani Ali Sera menyampaikan satu pesan utama: loyalitas birokrat dan menteri harus tunggal.
Ia berharap semua elemen kabinet tetap memegang komando dari presiden terpilih yang sah—bukan terpecah antara dua figur.
“Pak Prabowo adalah presiden kita. Pemerintahan ke depan harus berjalan di bawah satu arah, bukan dua poros kekuasaan,” ujarnya.
Di tengah suasana Lebaran yang hangat, silaturahmi bisa jadi terasa wajar. Tapi dalam politik, tak ada yang benar-benar tanpa makna.
Ramai-ramai menteri menemui Jokowi di masa transisi bisa dilihat sebagai manuver simbolik, penguatan relasi, atau bahkan penegasan pengaruh.
Namun satu hal pasti: Indonesia hanya butuh satu matahari untuk memimpin, bukan dua. Pemerintahan Prabowo perlu didukung penuh, tanpa bayang-bayang kekuasaan ganda.***
Sumber: porosjakarta
Artikel Terkait
Waduh! Mantan Rektor UGM Duga Ijazah Jokowi Tak Pernah Ada
Seru! PDIP dan PSI Memanas, Pengamat: Sindiran Kini Sentuh Level Pimpinan
Dugaan Ijazah Palsu Jokowi, Politikus Senior PDIP: Apa Susahnya Memperlihatkan Ijazahnya?
Jokowi Gerah: Masa Masih Bahas Huruf dan Angka di Ijazah Saya?