"Jet pribadi bukan sekadar soal kemewahan, tapi tentang seberapa tinggi kekuasaan bisa membawa integritas menjauh dari rakyat."
NARASIBARU.COM - Lebaran 2025 meninggalkan satu potret mencolok di benak publik: video ex Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia menaiki jet pribadi dengan kode registrasi PK-RJA, milik Prime Air, untuk mudik.
Publik tidak langsung marah. Mereka hanya bertanya—pertanyaan sederhana yang justru dijawab dengan berbagai manuver membingungkan: siapa yang membayar jet tersebut?
HIPMI Bilang Bukan, Tapi HIPMI yang Sibuk Klarifikasi
Pernyataan pertama datang dari Sekjen HIPMI, Anggawira, yang buru-buru membantah bahwa jet itu dibiayai oleh HIPMI.
Menurutnya, perjalanan itu adalah urusan pribadi Bahlil dan tak menggunakan dana organisasi maupun negara.
Namun, logika publik tak bisa dibodohi semudah itu. Kalau ini benar urusan pribadi, mengapa justru HIPMI—organisasi tempat Bahlil sudah tak aktif—yang pasang badan? Siapa yang meminta mereka membela?
Ini bukan tuduhan. Ini pertanyaan. Dan bertanya bukanlah kejahatan.
Kalau Memang Pribadi, Mana Buktinya?
Bahlil punya cara mudah menyelesaikan polemik ini:
Tunjukkan invoice. Unggah bukti transfer. Jelaskan siapa yang membayar.
Mudah. Selesai.
Sayangnya, hingga kini tak ada penjelasan langsung darinya.
Klarifikasi justru datang dari pihak-pihak yang tak berkepentingan, membuat cerita ini semakin kabur dan mencurigakan.
Siapa sebenarnya penyewa jet itu? Apakah benar uang pribadi? Atau ada pihak pengusaha yang memfasilitasi? Jika iya, apa timbal baliknya?
Gratifikasi atau Bukan? UU Tipikor Sudah Jelas
Pasal 12B UU Tindak Pidana Korupsi menyatakan, jika seorang pejabat negara menerima fasilitas dari pihak lain dalam konteks jabatan, itu bisa dikategorikan sebagai gratifikasi.
Dan dalam kasus seperti ini, beban pembuktian berbalik—Bahlil-lah yang harus membuktikan bahwa itu bukan gratifikasi.
Pertanyaannya:
- Apakah KPK sudah menelusuri kasus ini?
- Apakah BKPM, BPK, atau Kementerian Keuangan memiliki SOP pelaporan penggunaan fasilitas non-dinas seperti jet pribadi?
- Apakah Presiden Jokowi sudah mengetahui potensi pelanggaran etik ini?
Logika Publik Sederhana: Kalau Tak Salah, Kenapa Tak Terbuka?
Rakyat tidak peduli apakah jet itu mahal. Rakyat juga tidak iri jika pejabat hidup nyaman.
Tapi ketika fasilitas mewah digunakan oleh pejabat publik tanpa transparansi soal pembiayaan, maka kecurigaan adalah hal yang sehat dalam demokrasi.
Dan kecurigaan ini bukan tanpa dasar. Rakyat sudah kenyang dengan cerita gratifikasi terselubung, politik balas budi, dan kongkalikong elite-bisnis.
Jet Pribadi Bisa Mengangkat Nyaman, Tapi Menjatuhkan Kepercayaan
Integritas pejabat negara tidak bisa diserahkan pada organisasi, buzzer, atau klarifikasi pihak ketiga.
Kalau benar tidak ada yang salah, cukup satu langkah: bicaralah sendiri, jujur, dan terbuka.
Jika jet pribadi itu benar dibayar dengan uang pribadi, tak perlu banyak pembelaan. Tapi jika banyak orang lain yang justru pasang badan, publik hanya akan bertanya:
Apa yang sedang disembunyikan? Dan oleh siapa?
Jet itu mungkin alat transportasi. Tapi dalam politik, ia bisa menjadi simbol runtuhnya kepercayaan publik.
Sumber: PorosJakarta
Artikel Terkait
Menteri yang Panggil Jokowi Bos Rusak Wibawa Presiden Prabowo, Harus Dicopot!
SIMAK! Poin Penting Hasil Geruduk UGM Hari Ini
Rumah Jokowi Mau Digeruduk Massa Klarifikasi Ijazah Palsu, Hercules Geram: Itu Asli, Jangan Cari Masalah!
HUT ke-17 Bawaslu Dihadiri Orang-orang Penting